REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Seorang pelajar SMAK Diponegoro, Kota Blitar, Jawa Timur, bernama Sri Wahyuni Wigati harus mengikuti ujian nasional (UN) 2016 di mobil ambulans. Ia terpaksa mengikuti UN karena kondisinya yang masih sakit.
Kepala SMAK Diponegoro Kota Blitar Maria Magdalena Masa Miyeke mengemukakan anak didiknya itu mengalami kecelakaan saat pulang sekolah. Lukanya cukup parah, sehingga tidak memungkinkan untuk ujian di dalam ruang kelas.
"Ia pulang sekolah dan kecelakaan di Garum. Ia rumahnya di Wlingi, dan sampai di tengah perjalanan kecelakaan," katanya kepada wartawan di Blitar, Selasa (5/4).
Ia mengatakan, kecelakaan itu terjadi dua pekan sebelum pelaksanaan UN. Kecelakaan itu menyebabkan tulang di dada anak tersebut patah, sehingga masih belum bisa ketika harus ujian di dalam ruang kelas.
Ia mengaku, sebelum kegiatan ujian koordinasi dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Blitar terkait dengan kondisi anak didiknya tersebut, dan dari PMI bersedia untuk membantu, sehingga anak didiknya bisa mengikuti ujian nasional.
"Kami minta bantuan PMI Kota Blitar untuk menjemput dan memulangkan siswa itu," ujarnya.
Perempuan yang akrab disapa dengan Bu Mike itu mengatakan ujian yang dilakukan di sekolah yang ia pimpin masih menggunakan kertas, sehingga memudahkan bagi si anak untuk ikut ujian. Secara total, peserta ujian di SMAK Diponegoro Kota Blitar mencapai 135 dari tiga jurusan yaitu Bahasa, IPA, dan IPS. Sekolah berencana menyelenggarakan UN berbasis komputer tahun depan.
Selama kegiatan ujian, anak-anak di sekolah itu juga mengenakan baju "jadul" yang terdiri dari baju kebaya untuk perempuan serta beskap untuk laki-laki, sesuai dengan instruksi dari Pemkot Blitar. Hal yang sama juga dilakukan Sri Wahyuni Wigati yang ujian di mobil ambulans milik PMI Kota Blitar.
Baju itu dikenakan, sebab kegiatan ujian nasional bertepatan dengan ujian peringatan HUT ke-110 Kota Blitar. Pemakaian baju itu juga bukan hanya untuk para siswa, melainkan seluruh institusi di Kota Blitar juga mengenakan baju dengan model "jadul" atau zaman dulu.
Di Kota Blitar belum semua sekolah menerapkan ujian berbasis komputer. Secara total, terdapat lebih dari 5.000 peserta ujian baik SMA/SMK. Di kota ini, sebanyak enam sekolah menggunakan sistem komputer serta 21 sekolah ujian manual atau menggunakan kertas.