REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mandiri Sekuritas memprediksi pertumbuhan kredit industri perbankan akan meningkat, khususnya di semester dua 2016. Analis Mandiri Sekuritas, Tjandra Lienandjaja mengatakan, pertumbuhan kredit tersebut diperkirakan berada double digit atau di atas 10 persen.
"Ke depannya loan mungkin meningkat di second half especially. Kalau misalnya ada tax amnesty, perekonomian ekonomi global membaik, saya rasa loan and dana pihak ketiga (DPK) akan bisa naik. Saya masih expect double digit untuk kredit dan DPK tahun ini," ujarnya saat pemaparan Indonesia Banking Outlook di Plaza Mandiri, Jakarta, Selasa (5/4).
Tjandra menjelaskan, pertumbuhan kredit di Januari masih lemah yaitu di bawah 10 persen year on year. Menurutnya, pertumbuhan kredit sejak 2014 memang kecil dengan rata-rara 20-22 persen. Di Februari 2016, kata dia, diperkirakan akan turun lagi, sekitar 8 persen.
"Masih begitu, karena ekonomi global masih lemah, harga komoditi juga masih rendah, jadi demand for loans juga masih lemah," katanya.
Berdasarkan segmen, kredit investasi termasuk tinggi di atas rata-rata 10 persen yaitu sekitar 14 persen. Sementara di 2013, pertumbuhan investasi sekitar 30 persen yoy. Sehingga ini merupakan penurunan yang cukup tajam.
"Consumption juga cuma 9-10 persen, kredit modal kerja juga. Jadi perlambatan ekonomi memang berasa sekali, masih sepi di retail," ujarnya.
Sementara itu perlambatan ekonomi juga mempengaruhi Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK diprediksi berada di kisaran 8-9 persen. Bahkan, di Januari dan Februari 2016 ini DPK berada di kisaran tujuh persen, jauh di bawah rata-rata 15 persen di tahun-tahun sebelumnya.
Tjandra menjelaskan, ada dua penyebab current account saving account (CASA) lebih tinggi dibandingkan time deposit. Pertama, karena kemungkinan sebelumnya time deposit merupakan uang yang belum terpakai, baik individual maupun institutional.
"Karena cashflow terganggu, mereka pecahkan dan ditaruh di CASA. Kedua, karena pemerintah, dana-dana dicairkan terutama di daerah-daerah, ke demand deposit," ujarnya.
Dengan DPK rendah, kredit rendah dan LDR yang masih cukup tinggi yaitu 91 persen di Januari, kata Tjandra, ini yang menyebabkan bank-bank kesusahan mendapatkan funding. "Kalau mereka aktivitas lending tinggi, harus cari funding dulu. Kecuali untuk bank-bank besar, selain dari DPK, mereka bisa terbitkan bonds," ungkapnya.
Selain itu, ia juga memprediksi jika kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) akan kembali meningkat. Pada, Januari NPL per sektor ada kenaikan sekitar 2,7 persen menjadi Rp 105 triliun dibandingkan Rp 100 triliun pada tahun lalu. "Karena di akhir tahun banyak write off di banks, bersihin buku. Makanya Januari naik lagi," katanya.