REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM akan memberikan masukan kepada pemerintah terkait rencana RUU Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme. Salah satu masukan tersebut antara lain adanya aspek koreksi dan pengawasan terhadap kinerja aparat dalam melakukan penanganan dan penindakan terduga teroris.
Hal ini mengemuka usai tewasnya terduga teroris, Siyono (34 tahun), usai ditangkap Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) Polri. Kematian warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, itu pun menjadi sorotan publik. Pasalnya, Siyono diduga kuat tewas lantaran mengalami tindak kekerasan saat diperiksa oleh Densus 88.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM, Siane Indriani, mengungkapkan, pihaknya tentu akan memberikan masukan kepada pemerintah dalam rencana revisi UU Tindak Pidana Terorisme tersebut. ''Kami akan memberikan masukan, terutama masukan soal penanganan oleh Densus 88, yang penting harus ada mekanisme koreksi dan supervisi dalam penanggulangan terorisme itu. Aspek itu yang harus diperketat,'' ujar Siane kala dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/4).
Tidak hanya terkait audit kinerja, Siane juga menekankan adanya aspek audit dalam penggunaan dana yang dilakukan Densus 88 dalam praktek-praktek penanggulangan terorisme. Selama ini, lanjut Siane, tidak ada audit yang benar-benar dilakukan terhadap dana-dana yang dikucurkan dari APBN kepada Densus 88.
''Bisa saja ada indikasi korupsi disitu. Ada berapa ratus juta yang selama ini mengalir dan tidak ada bukti pertanggungjawaban,'' ucap dia.
Siane mengklaim pihaknya tidak pernah bermaksud melemahkan upaya pemberantasan terorisme. Bahkan, Komnas HAM juga mengecam semua tindakan-tindakan terorisme.
Namun, upaya pemberantasan dan penanggulangan korupsi itu juga tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang melanggar prosedur dan malah berpotensi melanggar HAM dan hukum.
''Itu justu menjadi penyimpangan luar biasa di masa mendatang dan potensi pelanggaran HAM dan indikasi korupsi yang semakin besar. Akhirya, masyarakat juga akan semakin tidak percaya dengan institusi itu. Penanggulangan terorisme di masa mendatang harus transparan, harus terukur, dan harus bisa dikoreksi,'' ujarnya.