REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Maraknya kasus terorisme yang mengatasnamakan agama membuat Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mengawasi sejumlah lembaga keagamaan yang dianggap rawan disalahgunakan. Salah satunya adalah pondok pesantren (ponpes).
Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen Abdul Rahman Kadir mengatakan, selama ini, pesantren kerap dimanfaatkan sebagai pintu masuk penyebaran paham radikal. "Kami tidak bilang bahwa pondok pesantren merupakan sarang radikal. Tapi paham radikal bisa saja datang dari pondok pesantren," kata Abdul, Kamis (7/4).
Abdul mengatakan, kelompok radikal selalu mengatasnamakan agama tertentu untuk menggaet calon anggota. Dalam menjalankan paham radikal pun mereka selalu berlindung di balik agama tertentu. Hal inilah, lanjut dia, yang sering membuat berbagai pihak salah paham dengan agama tersebut.
"Mereka mengambil dasar-dasar agama. Ayat-ayat tertentu dipotong-potong, yang lemah lembutnya tidak disampaikan. Ini sangat berbahaya," ujar Abdul.
Karena itu, Abdul mengklaim, pihaknya selalu mengimbau dan mengajak pondok pesantren untuk membentengi diri mereka sendiri. Hal ini pun, ia menambahkan, bukan berarti BNPT selalu menjadikan pesantren sebagai target.
"Kita tidak mau mereka masuk ke situ, memasukkan pahamnya ke anak-anak itu. Kami selalu berpikir, di mana kelompok-kelompok yang berpotensi untuk bisa menjadi radikal, bukan kita sengaja kaitkan dengan pondok pesantren," kata Abdul.
Selain selalu mengingatkan, BNPT sering masuk ke pesantren-pesantren. Hal ini dilakukan untuk menjauhkan anak-anak yang menempuh pendidikan di pondok pesantren dari pengaruh paham radikal. "Pesantren itu sekolah yang dasarnya pendidikan agama. Kita cegah supaya anak-anak tidak terpapar paham itu," ujarnya.