Jumat 08 Apr 2016 19:16 WIB

Mbah Moen Sempat Minta Islah PPP Dikoordinasikan dengan Pemerintah

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Majelis Syariah PPP, KH Maimoen Zubair (Antara/Puspa Perwitasari)
Ketua Majelis Syariah PPP, KH Maimoen Zubair (Antara/Puspa Perwitasari)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Bandung, Fernita Darwis mengungkapkan Ketua Majelis Syariah PPP, KH Maimoen Zubair, sempat berpesan.

Pesan tersebut yaitu setiap upaya proses Islah PPP harus dikoordinasikan dengan Pemerintah. Alhasil, setelah berkomunikasi dengan pemerintah, jalan untuk Islah adalah melalui gelaran Muktamar.

Muktamar inilah yang saat ini digelar oleh DPP PPP di Kompleks Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, 8-11 April mendatang. Menurut Fernita, pada awalnya, Majelis Islah yang dibentuk oleh Ketua DPP PPP hasil Muktamar Bandung, Suryadharma Ali, terus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah Mbah Moen terkait proses islah konflik kepengurusan yang terjadi di tubuh PPP.

''Mbah Moen bilang,'kalau mau Islah tetap berkoordinasi dengan pemerintah'. Setelah kami tanya ke pemerintah, bagaimana proses islah yang dimaksud oleh pemerintah, adalah Muktamar. Atas permintaan pemerintah, lewat SKnya juga, akhirnya kami putuskan menggelar Muktamar,'' ujar Fernita kepada wartawan di lokasi penyelenggaraan Muktamar VIII PPP, Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (8/4).

Fernita pun berharap, muktamar yang digelar kali ini adalah muktamar islah yang seutuhnya. Selain itu, Muktamar ini diharapkan menjadi perwujudan proses islah PPP rekonsiliatif, demokratif, akomodatif kepada semua pihak, dan berkeadilan. ''Jadi ditunggu saja hasil muktamar ini,'' ujarnya.

Terkait ketidakhadiran Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, Fernita menjelaskan, sedari awal, sejak mulai dari pembentukan Majelis Islah, kubu Djan Faridz memang sudah memberikan sinyal penolakan.

Hal ini berbeda saat Majelis Islah mengkomunikasikan rencana Islah kepada kepengurusan kubu Romahurmuzy, yang menyatakan menerima dan siap bersatu. Fernita menilai, Djan Faridz masih mengacu kepada putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta.

''Padahal konflik partai ini dinamikanya luar biasa, selain hukum ternyata politisnya sangat kuat. Tapi hukum kita sudah selesai, tapi politiknya belum. Inilah yang kami kombinasikan, hukum dan politik,'' tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement