REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbongkarnya dokumen Panama Papers secara internasional menjadi bukti, tingginya angka menghindari pajak di dunia. Terbongkarnya data ribuan klien perusahaan pengelola jasa investasi asal Panama, Mossack Fonseca menyeret nama sejumlah pengusaha dan politisi baik di luar negeri ataupun di Indonesia.
"Nama yang cukup bikin tercengang adalah tercatutnya nama Rini Soemarno, sebab ia merupakan Menteri BUMN yang notabene bagian dari pemerintah saat ini," kata Sekjen Fitra, Yenny Sucipto, Jumat (8/4).
Meskipun namanya telah mencuat, namun pemerintah terkesan masih bertindak secara pasif. Berbeda dengan Islandia, yang perdana menterinya langsung mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Sementara di Inggris, pemerintah segera membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki persoalan Panama Paper. Di Panama, pemerintah telah membentuk komisi Independen untuk mengevaluasi sistim transparansi dan hukum negara tersebut.
"Sedangkan di Prancis, memasukan Panama sebagai daftar hitam negara pengemplang pajak," kata dia.
Untuk Amerika Serikat mereka mengeluarkan aturan untuk memaksa Bank mencari identitas orang yang bertanggung jawab dengan perusahaan palsu (sheel Company). Mereka yang namanya ada di dalam dokumen di Panama Paper.
Menurutnya, pemerintah di banyak negara merespon cepat terkait dengan Panama Papers. Tentu saja dibuktikan dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk menangani kasus bocornya dokumen tersebut.
"Sedangkan di Indonesia, DPR RI justru meresponnya dengan langkah lain yang cenderung tidak masuk akal, yaitu mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty," kata dia.
Hal tersebut jelas merupakan dua hal yang berbeda karena semua yang terlibat dalam Panama Paper merupakan pihak-pihak pendosa negara atau pengemplang pajak. Sebab negara mengalami kerugian pada tindakannya, namun Tax Amnesty tak lebih dari karpet merah yang memposisikan pendosa negara sebagai penyelamat negara.