Senin 11 Apr 2016 01:19 WIB

Bone Panen Padi Teknologi Nuklir, Ini Keistimewaannya

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani merontokkan bulir padi saat panen.
Foto: Antara/Ampelsa
Petani merontokkan bulir padi saat panen.

REPUBLIKA.CO.ID, WATAMPONE -- Kelompok tani Poleonro Ipat Ristek di Dusun Saugeng, Desa Mattampa Walie, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan memanen perdana padi verietas Sidenuk (aplikasi dedikasi nuklir) Sabtu (9/4) lalu. Benih Sidenuk merupakan hasil pengembangan dari Badan Tenaga Nuklir (Batan) yang bekerjasama dengan Kementerian Ristek dan Teknologi (Kemenristek) dan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.

Kasubdit Sistem Informasi dan Diseminasi Inovasi Ditjen PI Kemenristekdikti M. Syachrial Annas berujar, benih Sidenuk merupakan hasil teknologi yang dibawa oleh Kemenristekdikti untuk disampaikan pada masyarakat. "Kami menjadikan dua hektar (ha) lahan untuk menjadi demplot," kata Syachrial yang juga pendamping kelompok tani Poleonro Iptek-BO Ristek dalam acara Panen Perdana Padi Varietas Sidenuk, Sabtu lalu.

Ia menjelaskan, dalam satu hektar, benih Sidenuk mampu menghasilkan tujuh hingga delapan ton beras dalam jangka waktu 109 hari. Biasanya, para petani hanya menghasilkan sekira satu hingga dua ton per hektar dalam waktu 3,5 bulan.

Menurutnya, hasil tersebut membuktikan, benih Sidenuk sukses dikembangkan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Keberhasilan tersebut tidak semata-mata karena benihnya yang unggul. Namun, karena pola tanam yang digunakan berbeda dari yang petani tradisional praktikkan. Yakni, pola tanam Ipat-BO (Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik).

Syachrial menuturkan, kelompok tani mendapat sejumlah pendampingan untuk demplot percontohan. Pertama, benih Sidenuk. Kedua, pendampingan pola tanam Ipat-BO. Ketiga, pupuk hasil temuan Universitas Padjajaran (Unpad), yakni ABG (Amazing by Grow). Ia meyakini, pupuk ABG mampu membuat tanaman berbuah banyak dengan akar yang lebat dan kuat.

Keempat, yakni pendampingan dari penyuluh, ihwal bagaimana mengolah tanah, bagaimana cara tanam, bagaimana cara pemupukan, bagaimana cara menghilangkan pupuk, sampai panen setelah 109 hari ditanam. Kelima, petani yang unggul dan bagus. Yang terakhir, air yang cukup.

"Karakter Sinduk rasanya enak, ini mirip beras jenis Pandan Wangi, kalau di Pulau Jawa," ujarnya.

Syachrial berujar, Kemenristekdikti berharap dapat segera mengembangkan dua hektar lahan, menjadi 50 ha. Tentu saja, bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi yang ada di Sulawesi Selatan sebagai pendamping. Harapan tersebut disambut oleh sejumlah kelompok tani yang tertarik menanam benih Sidenuk. Hasil panen perdana benih Sidenuk itu, rencananya akan didistribusikan pada kelompok tani lainnya untuk dijadikan benih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement