Senin 11 Apr 2016 07:30 WIB

Pengakuan Produser Film “Kalam Kalam Langit” (bagian 1)

Dhoni Ramadhan, produser film
Foto: Irwan Kelana/Republika
Dhoni Ramadhan, produser film

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu lagi film regili segera dirilis. Judulnya “Kalam Kalam Langit”, produksi Putaar Films Production. Film ini akan tayang secara nasional di jaringan bioskop XXI, Blitz dan Cinemaxx mulai 14 April 2016.

Film “Kalam Kalam Langit”  dibintangi oleh Dimas Seto, Mathias Muchus, Henidar Amroe, Elyzia Mulachela, Ibnu Jamil, dan Meriza Febriani.  Film ini   juga  menghadirkan pemain cilik penghafal 20 juz Alqur'an asal Lombok Nasron Azizan dan Amira Syakira. Keduanya merupakan cucu TGH Mustafa Umar Abdul Aziz,  pimpinan Ponpes Al Aziziah Kapek Lombok, murabbi dari KH Arifin Ilham (pimpinan Majelis Azzikra).

Direktur Utama Putaar Films Production HR Dhoni Ramadhan mengatakan film “Kalam Kalam Langit”  (KKL)  mengetengahkan drama dengan setting lokasi pesantren dan keindahan alam Kota Beribu Masjid Lombok, Nusa Tenggara Barat. “Film KKL menyuguhkan perjuangan seorang qari (pembaca Alquran) dalam menggapai cita-citanya. Ia harus kehilangan ibu dan ayahnya, yang dua-duanya merupakan qari terbaik.  Film ini dibumbui cinta segitiga dan konflik santri di pesantren hingga ke ajang musabaqah tilawatil Quran (MTQ) antarpesantren dan tingkat nasional,” kata Dhoni Ramadhan,  pekan lalu.

Mengapa Dhoni Ramadhan tergugah hatinya memproduksi film “Kalam Kalam Langit”? Berikut ini penuturannya kepada Republika.

“KALAM  adalah sebuah benda yang paling saya takuti  pada waktu usia saya 7-10 tahun, terutama ketakutan itu pada setiap ba'da Maghrib menjelang Isya. Siapakah KALAM itu ? Dia adalah sebuah mini tongka , terbuat dari bambu yang dihaluskan sepanjang 1/2 meter. KALAM tersebut  sebagai penunjuk huruf-huruf di Alquran ketika ayah saya mengajari saya mengeja dan membaca ayat ayat Quran dengan makhorijul huruf dan idghom yang benar.

 

Almarhum ayahanda saya sangat tegas dan cenderung 'galak' dalam mengajari saya mengaji Quran. Tak segan beliau menggebukkan KALAM tadi ke bagian tubuh saya. Terkadang sudah sampai menangis dan suara parau karena sulitnya mendapatkan ucapan makhroj dan idghom yang benar. Tubuh ini tak bosan kena sentuhan KALAM sebagai teguran atas kesalahan saya dalam mengeja dan membaca ayat qur'an.

Itulah sedikit pengertian KALAM yang saya ketahui. Alhamdulillah, pelajaran mengaji itu ternyata baru saya sadari manfaatnya telah menjadi langkah kemudahan saya mengarungi hidup sampai saya seperti sekarang ini.

Saat usia saya beranjak 15-17 tahun, saya tertarik dengan dunia akting, mulai ikut drama di pentas drama perjuangan HUT RI di kampung tempat saya tinggal. Sampai kemudian saya masuk sanggar teater di Balai Rakyat Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Namun, itupun belum 100 persen  disetujui ayah saya. Beliau malah memanggilkan seorang guru mengaji yang pernah 11 tahun mengenyam pendidikan di Mesir. Beliau adalah guru qiroah dan  tilawah saya , almarhum KH Syarif Sarbini Lc.

Jadilah saya tiap malam Minggu tidak bisa keluar rumah, karena dari ba'da Maghrib sampai pukul 21.00 malam, saya harus bergelut dengan Alquran di depan saya. Belajar membaca Alquran yang tartil dengan tilawahnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement