REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Banten menyoroti pelayanan fasilitas kesehatan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berdasarkan investigasi yang sudah dilakukan, mereka mendapatkan beberapa temuan tentang ketidaksesuaian pelayanan.
"Kami melakukan investigasi tentang standar pelayanan publik di semua rumah sakit pemerintah di Banten. Umumnya belum memenuhi standar pelayanan sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," ujar Kepala ORI Perwakilan Banten, Bambang P. Sumo kepada Republika.co.id, Senin (11/4).
Bambang menjelaskan, beberapa pasien yang mereka wawancarai mengeluh tentang masih adanya obat yang harus dibeli sendiri. Padahal seharusnya sudah masuk dalam paket BPJS. Selain itu, ORI Banten juga menemukan dokter yang terlambat datang.
Menurut dia, keluhan tentang pelayanan BPJS ada pada rumah sakitnya bukan di BPJS. Adapun masalah yang ada di BPJS adalah keluhan antrean yang panjang dan pelayanan yang lama untuk mendapatkan kartu BPJS.
Asisten ORI Banten Eka Puspasari menjelaskan secara terperinci sesuai dengan survei kepatuhan Ombudsman RI, standar pelayanan tersebut masih masuk zona merah. Kemudian pada saat melakukan supervisi, yang mereka temui di lapangan yaitu masih minimnya kebersihan di rumah sakit. Mereka melihat banyak sampah yang berserakan di sekitar rumah sakit.
Selain itu, mereka juga melihat kurangnya ketertiban pengunjung. Pada saat jam kunjung masih banyak pengunjung yang membawa anak balita. Kemudian ada pula pengunjung yang duduk di sembarang tempat.
"Ada beberapa rumah sakit yang dalam pengelolaan limbahnya kurang baik, penanganan pasien di UGD lambat, masih ada beberapa orang yang merokok di sekitar rumah sakit, petugas kebersihan dan keamanan yang kurang," ujarnya.
Tidak hanya itu, Eka menuturkan ada beberapa pasien BPJS menyatakan adanya batasan nomor antrean dan waktu operasional sehingga mengharuskan pasien untuk datang lebih awal. Bahkan ada pula beberapa dokter spesialis yang melakukan pembatasan untuk pemeriksaan pasien, yaitu dalam sehari hanya menerima lima pasien.
Berbagai temuan tersebut mereka dapatkan setelah melakukan investigasi di Banten, termasuk kawasan Tangerang Raya. Eka menyebutkan kasus pembatasan dokter spesialis dalam menerima pemeriksaan pasien ditemukan di Kabupaten Tangerang.
Baca: Ini Alasan Pemerintah Pilih Brebes Sebagai Percontohan Pengentasan Kemiskinan