REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, Muhammadiyah bersama Komnas HAM melakukan autopsi karena penyebab meninggalnya Siyono yang dianggap tak wajar.
"Kami perlu menjelaskan lebih komprehensif, ini komitmen kami untuk memenuhi hak-hak masyarakat sebagai subjek hukum yang berdaulat. Keberdaulatan rakyat, antara lain bisa mendapat informasi yang benar dan jernih," katanya di Komnas HAM, Senin, (11/4).
Walaupun Siyono diduga sebagai teroris, terang Busyro, untuk membuktikan kalau dia teroris harus dilakukan lewat pengadilan yang fair. Namun belum ada pengadilan yang fair dia sudah meninggal duluan dengan cara tak wajar.
"Yang kami tanyakan proses kematian itu bagaimana. Ibu suratmi, istri almarhum Siyono datang ke Muhammadiyah dan kami temui bersama dengan pimpinan Komnas HAM, Ibu Suratmi minta ada autopsi terhadap jenazah suaminya untuk mencari kebenaran, itu yang kami lakukan," kata dia.
Dalam proses autopsi forensik jenazah Siyono, ujar Busyro, dilakukan oleh sembilan dokter dari RS Muhammadiyah dan Fakultas Kedokteran UMY, juga satu dokter dari Polda Jateng sehingga jumlahnya 10. Ini menunjukkan kalau autopsi dilakukan secara seimbang sebab ada dokter forensik dari Polda Jateng yang ikut terlibat.
Autopsi, lanjutnya, dilaksanakan pada 3 April di lokasi makam almarhum di Klaten mulai dari jam 4 pagi. "Kami minta ada dokter forensik dari Polda Jateng supaya ikut melakukan autopsi agar autopsi tak dilakukan secara sepihak," tegasnya.