REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadaan barang dan jasa ditingkat pusat maupun daerah tidak perlu khawatir untuk mempergunakan produk dalam negeri. Dikarenakan, produk dalam negeri menjadi prioritas dalam pembangunan.
Sepanjang, ujar Ketua Unit Layanan Pengadaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tri Winarno, pengadaan barang dan jasa itu tidak melanggar peraturan dan mengakibatkan kerugian negara. "Ini untuk produk-produk dalam negeri termasuk produk paten," ujar dia.
Tim pengadaan harus berpegang pada Perpes No. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa agar tidak menimbulkan kerugian negara. Untuk itu, dalam pekerjaan sarana dan prasarana harus dipastikan volume sudah sesuai dengan gambar atau kontrak.
Dalam pelaksanannya, tim pengadaan harus berpegang kepada spesifikasi teknis dan harga. Setelah itu menetapkan vendor dan kualifikasinya. Penunjukkan langsung dimungkinkan kalau vendornya memang satu dan dipastikan harga lebih murah.
Sebagai contoh, Tri menyebutkan, Perpustakaan Nasional boleh menunjuk langsung penerbit dalam pengadaan buku. Dengan syarat, penerbit yang mampu menyediakan buku itu hanya satu. "Daripada, harus mengadakan lelang yang biayanya pasti lebih mahal karena peserta bukan dari penerbit," kata dia.
Contoh lainnya dalam bidang konstruksi. Penggunaan konstruksi sarang laba-laba yang dinilai lebih efisien dan efektif untuk daerah rawan gempa sangat terbuka dipilih melalui penunjukan langsung sesuai Pasal 38 Perpres 54 tahun 2010.
Konstruksi yang hak patennya dimiliki PT Katama ini telah diterapkan dalam pembangunan gedung BPKP Sulawesi Barat, gedung BPKP Gorontalo, dan BPKP NTB.
Dalam pengadaan barang dan jasa, Tri menyatakan, tim pengadaan harus berpegang pada prinsip 3E, yakni ekonomis, efisien dan efektif. Adapun proses lelang sarana dan prasarana, kata Tri, ada dua hal yang harus dipegang yakni kompetensi teknis dan legalitas. Setelah itu disebar undangan kepada para peserta sesuai kualifikasi yang di dalamnya terdapat proses negosiasi teknis dan harga.
Kemudian, Tri mengatakan, dalam menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) harus ada data pembanding. "Pejabat pembuat komitmen (pelaksana lelang) dapat membentuk tim teknis untuk melakukan survei harga," ujar dia.
Tri menyatakan sebagian besar temuan terjadi karena saat dilakukan pemeriksaan ada kekurangan volume atau tidak sesuai dengan rencana awal. Atau temuan bisa juga disebabkan perubahan-perubahan selama proses pekerjaan.