REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua DPW PPP Bali, Fauzi Hasan Hajri menyatakan PPP Bali tetap pada pendiriannya, hanya mengakui hasil Muktamar VIII Jakarta yang memilih Djan Faridz sebagai ketua umum. Sebaliknya dia menilai muktamar di Pondok Gede bukan muktamar islah, tapi kumpul-kumpul biasa.
"Kalau disebut muktamar, itu muktamar salah, karena melanggar dan melawan hukum. Menabrak putusan MA nomor 601," tegasnya kepada Republika.co.id di Denpasar, Senin (11/4),
Fauzi melanjutkan DPW Bali tidak mengakui apa pun putusan yang dihasilkan di Pondok Gede. Menurutnya, bahkan Bali tidak mengirimkan utusannya. "Tetapi kalau ada yang mengaku-ngaku sebagai utusan Bali, itu DPW jadi-jadian, yang dibentuk sendiri untuk keperluan pertemuan Pondok Gede," katanya.
Muktamar Surabaya jelas Fauzi, dinyatakan tidak sah oleh Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 504 K/TUN/2015. Lebih lanjut dalam Putusan MA Nomor 601, kembali dinyatakan hal serupa.
Sebaliknya Putusan MA nomor 601 susunan pengurus DPP PPP hasil Muktamar Jakarta yang digelar 30 November-2 November 2014 adalah yang sah menurut hukum.
Menurut Fauzi, DPW Bali dan juga DPW PPP lainnya, tidak punya alasan untuk menolak Djan Faridz dan hasil Muktamar VIII Jakarta. Karenanya jelas Fauzi, DPW Bali tetap berpedoman pada hasil Muktamar VIII Jakarta.