REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta Pemda DKI tegas menghentikan sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta. Sebab pemerintah harus terlebih dahulu membenahi prosedur proyek agar sejalan dengan tata kota DKI Jakarta secara keseluruhan yang harusnya ramah lingkungan.
"Reklamasi juga tidak akan dirasakan manfaatnya kecuali oleh kalangan atas, selebihnya nelayan dan warga hanya jadi alat komoditas," kata dia dalam wawancara via telepon, Senin (11/4).
Moratorium proyek harus dilakukan segera, kata dia, karena proses jual beli tanah untuk pulau buatan yang rampung sudah dimulai. Proses bagi-bagi "kue" jatah reklamasi terus berlanjut dangan pembuatan raperda tata ruang pulau reklamasi.
Berdasarkan pengamatannya, Pulau C, D, dan G sudah mulai dipasarkan dengan harga Rp 25 juta-40 juta per meter persegi. "Saya lihat di brosurnya begitu harganya," kata dia. Jika dibiarkan, lahan reklamasi hanya menjadi komoditas dagang kawasan elit dan sama sekali tak memberi ruang bagi masyarakat menengah ke bawah.
Justru yang ada, kata dia, masyarakat dirugikan karena harus menghadapi masalah keberlanjutan lingkungan dan ekonomi. Masyarakat menengah bawah juga mustahil mendapat manfaat tinggal di reklamasi karena pasti biaya pembangunan dan kehidupannya akan tinggi. "Keersediaan air bersih, listriknya, dia pasti mahal karena didatangkan dari luar pulau," ujarnya.
Ia pun meminta Gubernur DKI Jakarta setidaknya melakukan tiga hal yakni menghentikan sementara kegiatan reklamasi, fokus melakukan peremajaan di kawasan Pantura, serta fokus mengarahkan pengembang membangun Kepulauan Seribu yang ramah lingkungan.
Saat ini, kondisi pantai utara muka tanahnya turun 8-24 sentimeter per tahun. Di sisi lain terjadi kenaikan muka air 4-8 centimeter per tahun. Masalah lainnya yakni hutan bakau yang terdegradasi, 13 muara sungai yang dipadati limbah, abrasi serta masalah lingkungan lainnya.
Baca juga: Harga Tanah di Teluk Jakarta Diperkirakan Melejit