Senin 11 Apr 2016 19:30 WIB

Soal Izin Reklamasi, JK: Yang Penting Izin Amdalnya

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Foto udara pembangunan reklamasi pulau C dan D di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Rabu (6/4).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Foto udara pembangunan reklamasi pulau C dan D di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Rabu (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Izin kewenangan reklamasi akhir-akhir ini tengah diperdebatkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun menilai pemerintah harus lebih mengutamakan izin analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal dalam pelaksanaan reklamasi.

Kendati demikian, menurutnya Amdal untuk pelaksanaan proyek besar biasanya dilakukan di pemerintah pusat.

"Yang paling penting itu tentu semua upaya seperti begitu harus ada amdalnya. Saya tidak tahu amdalnya (reklamasi), biasanya kalau yang besar amdalnya itu di pusat," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (11/4).

JK mengatakan, pemberian izin reklamasi dilakukan jika memenuhi amdal serta dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat setempat.

Sehingga, pemerintah tak melarang dilakukannya reklamasi di sejumlah daerah di Indonesia. Ia pun juga mencontohkan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah Singapura.

"Reklamasi bukanlah sesuatu hal yang tidak boleh, tergantung analisa lingkungannya, kepentingannya dan menjaga rakyat. Jadi, Singapura reklamasi, kita juga beberapa tempat reklamasi tapi tergantung apakah sesuai amdalnya atau kepentingan masyarakat keseluruhan terjamin," jelasnya.

Terdapat dua peraturan reklamasi yang menjadi acuan baik oleh Ahok maupun Menteri Susi. Dalam memberikan izin reklamasi, Pemprov DKI mengacu pada Keppres No 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara.

Sedangkan, menurut Menteri Susi pelaksanaan reklamasi harus meminta persetujuan pemerintah pusat sesuai Perpres 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Wapres JK pun menilai dalam peraturan yang tumpang tindih, pemerintah biasanya akan mengacu pada peraturan yang lebih tinggi. Kendati demikian, ia mengaku belum mengetahui secara benar aturan mana yang lebih tepat.

"Saya belum tahu itu aturannya yang benar. Selalu aturan itu, selalu yang berlaku yang tertinggi kan. Kalau ada UU nya, UU yang berlaku," ujarnya.

Lebih lanjut, JK mengatakan terdapat juga aturan yang telah dicabut atau digantikan dengan aturan yang baru.  Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyebutkan bahwa keputusan mengenai reklamasi pantai bukan merupakan kewenangan gubernur, kecuali pemerintah pusat melakukan pendelegasian kepada pemerintah daerah.

"Kalau hal yang berkaitan dengan reklamasi itu kewenangan pusat," kata Pramono di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/4).

Seskab menyatakan hal itu karena ada dasarnya, yaitu Perpres yang dikeluarkan pada tahun 1995, dan kemudian ada Perpres baru tahun 2008 dan 2010.

Sementara itu menanggapi reklamasi Teluk Jakarta yang melibatkan Gubernur dan DPRD DKI, Pramono mengatakan kemungkinan sudah ada kewenangan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement