Senin 11 Apr 2016 19:43 WIB

Dahnil: Tak Benar Kematian Siyono Disebabkan Pendarahan di Kepala

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bayu Hermawan
  Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak (kiri), bersama Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas (kanan) memeriksa uang dari Densus 88 untuk keluarga almarhum Siyono di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak (kiri), bersama Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas (kanan) memeriksa uang dari Densus 88 untuk keluarga almarhum Siyono di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, setelah melalui berapa kali uji mikroskopis hasilnya menunjukkan kalau jenazah Siyono belum pernah diautopsi.

"Ini merupakan autopsi yang pertama. Padahal sebelumnya Densus Antiteror 88 menyatakan pernah ada autopsi," katanya, Senin, (11/4).

Selain itu tidak benar kematian disebabkan oleh pendarahan hebat di kepala. Hasil autopsi menunjukkan otaknya berupa bubur putih, jadi tak ada pendarahan di kepala.

"Kalau ada pendarahan di kepala seharusnya otaknya bubur merah. Namun ternyata yang ada bubur putih," ujarnya.

Tim Forensik juga menemukan ternyata kematian Siyono disebabkan luka pada rongga dada yang sampai jantung. Bukan akibat pendarahan di kepala.

Sebelumnya, Ketua Tim Forensik Muhammadiyah, Dokter Gatot mengatakan hasil forensik menunjukan ada luka-luka yang bersifat intravital di jenazah Siyono, terduga teroris asal Klaten. Artinya luka tersebut terjadi ketika Siyono masih hidup.

"Terdapat bekas kekerasan di tubuh jenazah Siyono. Namun kekerasan itu dilakukan saat Siyono masih hidup," ujarnya di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4).

Saat hasil autopsi dibawa ke laboratorium, temuan mikroskopis pun mendukung. Terjadi kekerasan yang dilakukan terhadap tubuh Siyono kala dia masih hidup.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement