REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH) berpendapat hasil otopsi terhadap Siyono mengindikasikan adanya penyiksaan yang dilakukan oleh Densus 88. Untuk itu, setiap orang yang terlibat dalam dugaan penyiksaan ini harus bertanggungjawab dan diproses ke pengadilan.
Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, berpendapat Kepolisian harus menyidik tuntas kasus tewasnya Siyono. “Tidak hanya dikenakan Pasal 422, Pasal 338 tentang pembunuhan ataupun Pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan yang menyebabkan mati, dapat dikenakan kepada pelaku penyiksaan”, ujar Alghif dalam keterangan persnya, Senin (11/4).
Selain itu, Alghif menegaskan, kepolisian harus dirombak secara besar-besaran. Reformasi di kepolisian dianggap sama sekali tidak ada kemajuan dalam hal profesionalitas penegakan hukum. Polisi seringkali “mengungkap kejahatan dengan kejahatan” karena penyiksaan merupakan kejahatan.
Penelitian LBH Jakarta mencatat terdapat 83,3 persen orang yang diperiksa oleh kepolisian mendapatkan penyiksaan. Artinya 8 dari 10 orang yang diperiksa mendapatkan penyiksaan. Fakta lebih buruk bisa terjadi dalam penanganan terorisme oleh Densus 88. Hal karena tidak ada akuntabilitas ataupun keterbukaan kinerja dari Densus 88.