REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) memberikan sanksi ekonomi pada Korea Utara yang bersikeras melakukan uji nuklir dengan cara pembatasan perdagangan dan keuangan terhadap Pyongyang. Setelah PBB, Cina menyusul dengan melarang transaksi perdagangan dengan negara tersebut.
Sebagian penduduk Korea Utara yang berada di bawah rezim terisolasi mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan para pejabat pemerintah saat ini. Mereka meresahkan terancamnya mata pencaharian sebagian besar masyarakat.
"Ketika situasi ekonomi kian memburuk, kecemasan dan ketidakpuasan masyarakat menyebabkan gangguan sosial," kata salah seorang sumber di kementerian, dilansir dari the Korea Times, Selasa (12/4).
Pyongyang menganggap uji nuklir dan peluncuran roket sebagai prestasi besar pemimpin mereka, Kim Jong Un. Di sisi lain, masyarakat menganggap hal yang dianggap prestasi itu justru memperketat sanksi internasional pada negara tersebut.
Media-media di Korea Utara mencoba meredam dampak sanksi tersebut, namun masyarakat tetap bereaksi negatif. Harga beberapa kebutuhan pokok, khususnya beras meningkat tajam, terutama di sepanjang wilayah perbatasan.
Pejabat lain yang menolak disebutkan namanya mengatakan pemerintah belum bisa menyajikan analisis dan data statistik yang konkret terkait dampak sanksi terhadap ekonomi Korea Utara.