REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengatakan pihaknya bersama Komnas HAM melakukan advokasi terhadap kasus kematian Siyono, karena merasa ada kejanggalan dalam kasus tersebut. Selain itu, Muhammadiyah juga kerap membantu masyarakat dalam mencari keadilan, bukan hanya dalam kasus Siyono saja.
"Banyak warga yang menderita akibat diperlakukan tak adil lapor ke kami," katanya di DPR, Selasa (12/4).
Busyro menjelaskan, awal bantuan hukum terhadap keluarga Siyono bermula ketika Suratmi, istri korban datang ke Muhammadiyah dengan membawa uang yang diberikan oleh seorang Polwan di salah satu hotel pascakematian suaminya.
"Suratmi, istri Siyono waktu itu datang ke Muhammadiyah dengan membawa dia gepok uang yang diserahkan oleh polwan di salah satu hotel. Namun uang itu ditolak Suratmi karean hatinya merasara terganggu," jelasnya.
Namun Suratmi tak mau menerima uang tersebut. Bahkan Bungkusan uang itu tak pernah dibukanya. Suratmi hanya ingin kasus suaminya dibuka. Makanya dia menolak uang tersebut
"Kemarin saya perlihatkan uang dari Densus 88 itu ke wartawan. Kami buka di depan publik supaya pada tahu," ujarnya.
Seperti diketahui, Suratmi mendapatkan uang yang diberikan oleh lima orang Polwan setelah Siyono meninggal usai ditangkap oleh tim Densus 88 Antiteror. Jumlah uang tersebut diketahui sebesar Rp100 juta.