REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, cara kerja Detasemen Khusus 88 Antiteror lebih berpotensi menciptakan radikalisasi baru daripada deradikalisasi.
"Cara kerja Densus 88 justru memicu adanya perasaan dendam dan marah yang akan menyebabkan muncul radikalisasi-radikalisasi baru," kata Dahnil dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, di Jakarta, Selasa (12/3).
- Ucapan Terima Kasih Istri Siyono Kepada Muhammadiyah dan Komnas HAM.
- Kepala BNPT Sebut Autopsi Siyono tak Bisa Temukan Penyebab Kematian
Menurut Dahnil, Siyono memiliki lima anak yang saat ini masih trauma dengan kematian ayahnya sebagai terduga teroris. Beberapa anak Siyono kerap mengigau dan menyebut-nyebut kematian ayahnya.
Dahnil mengatakan, anak-anak Siyono bila tidak mendapat penyembuhan trauma yang tepat, bisa saja menyimpan dendam dan berikutnya berpotensi menjadi radikal. "Karena itu, Muhammadiyah berusaha merangkul anak-anak dan keluarga Siyono, serta memberikan penyembuhan trauma kepada mereka tanpa ada dana dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang salah satu programnya adalah deradikalisasi," ujarnya lagi.
- Kapolri Persilakan Anggota Densus 88 Dihukum
- Soal Siyono, Kapolri Siap Tanggung Jawab
- Kasus Siyono Pintu Masuk Evaluasi Kinerja Kepolisian
Hari ini, Komisi III DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Komnas HAM, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, dan Kontras tentang kematian Siyono. Pada rapat tersebut, Komnas HAM menyampaikan kesimpulan penyelidikan kematian Siyono, yaitu adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Densus 88.
Menurut hasil autopsi yang dilakukan tim dokter Muhammadiyah, penyebab kematian Siyono adalah rasa sakit akibat patah tulang rusuk yang menembus jantung.