REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mengamankan 1.085 produk pangan yang belum memiliki izin edar (ilegal). Puluhan ribu pangan kadaluwarsa ikut ditarik dari peredaran pada akhir Maret lalu.
Berdasarkan data yang dihimpun Republika dari BPOM, ada 988 produk makanan ilegal produksi luar negeri dan 87 produk pangan ilegal dalam negeri yang diamankan pada akhir Maret. Jumlah nilai ekonomi dari kedua bahan pangan ilegal itu mencapai Rp 17,5 miliar.
Kepala BPOM, Roy Sparringa, mengatakan pengamanan bahan pangan ilegal dilakukan dalam operasi Opson VV pada Januari - Februari 2016. "Operasi dilakukan di 13 daerah Indonesia, antara lain Aceh, Riau, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan," ungkap Roy kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/3).
Adapun produk-produk yang dinyatakan ilegal meliputi susu, makanan ringan, minuman kaleng, minuman beralkohol, sirup, kopi, cokelat, bumbu, makanan kaleng dan minuman dalam kemasan. Produk tersebut berasal dari Malaysia, Korea Taiwan, Singapura, Thailand, Turki, Amerika Serikat, Italia, Belanda, Australia, Perancis, Spanyol dan Chili.
Roy menjelaskan modus peredaran bahan pangan ilegal bermula dari jalur laut non pelabuhan resmi. Setelah diturunkan produk ilegal ditimbun di dekat lokasi.
"Dengan begitu, pengiriman produk ke wilayah lain dilakukan lewat jalan laut dan darat tanpa proses kepabeanan. Sebab barang-barang yang telah ditimbun dianggap bukan barang impor," lanjut Roy.
Saat ini, seluruh produk ilegal yang terjaring sudah diamankan oleh BPOM. Selanjutnya, ribuan produk itu akan dimusnahkan.
Selain pangan ilegal, BPOM juga menjaring produk pangan yang telah kadaluwarsa. Produk yang terdiri dari kopi, penyedap rasa dan minuman kaleng tersebut diamankan dari daerah Bangka Belitung dan Bali. Produk yang masih beredar hingga Maret lalu itu dijual dalam rangka cuci gudang.