REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini tak sepakat dengan keputusan pemerintah untuk memperlebar defisit anggaran dari 2,1 persen menjadi 2,5 persen dalam RAPBN. Menurut dia, masih terdapat ruang penghematan yang dapat diambil dari inefisiensi APBN.
"Sebaiknya tidak menggenjot defisit terlalu besar karena kita sebenarnya punya banyak ruang dari inefisiensi APBN itu banyak," kata Didik di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (12/4).
Ia mencontohkan, ruang penghematan dapat diambil dari dana daerah yang tak terpakai dan pembangunan kantor yang dapat menghemat hingga 10 persen. Menurut dia, dengan memperlebar defisit anggaran justru akan memberikan dampak yang besar.
"Mengapa? Karena kalau defisit kita harus mengeluarkan surat utang. Kalau surat utang banyak ditawarkan nggak laku, bunganya dinaikin," kata dia.
Kenaikan bunga itupun, kata dia, bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang berupaya untuk menurunkan tingkat bunga. Didik menilai dalam situasi saat ini harus fokus pada cara efisiensi APBN, sehingga tak hanya memperhitungkan penerimaan pendapatan tetapi juga mengendalikan pengeluarannya.
Sedangkan terkait pengurangan subsidi BBM, Didik mengaku sepakat dengan langkah pemerintah. Alasannya, penerimaan dari sisi pajak juga belum tinggi dan harga minyak yang justru rendah.
"APBNP 2016 itu harus relaksasi yang lebih banyak karena subsidi harus dikurangi karena penerimaan pajak belum terlalu tinggi, besar. Sehingga efisiensi dan pemborosan harus dikurangi," kata dia.