Rabu 13 Apr 2016 00:30 WIB

'Pejabat Negara Masuk Panama Papers Harus Mundur'

Kantor firma hukum Mossack Fonseca di Panama.
Foto: AP/Arnulfo Franco
Kantor firma hukum Mossack Fonseca di Panama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat negara dan wakil rakyat yang namanya terungkap dalam "Panama Papers" harus mundur seperti di beberapa negara lain untuk menunjukkan etika dan moralitas, karena itu jangan menghindar dengan menjawab belum tentu bersalah hingga ada keputusan pengadilan.

Desakan pejabat negara dan wakil rakyat harus mundur karena terkait dengan Panama Papers itu mencuat dalam diskusi "Bedah Kasus Aset Indonesia di Negeri Suaka Pajak" dengan pembicara dari kalangan LSM, wartawan, PPATK Agus Santoso, dan akuntan forensik di Jakarta, Selasa (12/4).

Para pemvicara adalah Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prasetyo, wartawan Tempo Wahyu Dhyatmiko, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, Pendiri dan jurnalis KataData Metta Dharmasaputra, dan akuntan forensik Theodorus M Tuanakotta.

"Sudah pasti ada niat jahat daripada para pejabat negara dan wakil rakyat yang memanfaatkan firma hukum Mossack Fonseca (MF) di Panama. Ada berbagai motif orang memanfaatkan MF di antaranya untuk menutupi kepemilikan perusahaan, manipulasi pajak, atau pencucian uang," kata Yustinus Prasetyo.

Oleh karena itu, para pejabat negara dan wakil rakyat yang terungkap dan terkait dengan Panama Papers harus mundur dan jangan mengelak dengan alasan belum terbukti secara hukum karena pejabat di negara lain langsung mundur begitu diumumkan terkait dengan firma hukum di Panama tersebut.

Beberapa nama pejabat negara yang terungkap dalam Panama Papers diantaranya Ketua BPK Harry Azhar Aziz, Airlangga Hartarto yang kini mencalonkan ketua umum Golkar, Johnny Gerald Plate yang juga Wakil Ketua Fraksi Nasdem yang duduk di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR.

Panama Papers juga menerpa 40 pejabat negara lainnya di antaranya Presiden Argentina Mauricio Macri, Khalifa bin Zayed Al Nahyan dari Uni Emirat Arab, Petro Poroshenko dari Ukraina, dan Raja Salman dari Arab Saudi.

Selanjutnya, Perdana Menteri Islandia, Sigmundur Dav Gunnlaugsson, Mantan Perdana Menteri Georgia, Bidzina Ivanishvili Mantan Perdana Menteri Irak, Ayad Allawi.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement