REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh La Nyalla Mattaliti terkait dugaan korupsi dana hibah Kamar Dagang Indonesia Jawa Timur (Kadin Jatim). Dengan demikian, status penetapan tersangka yang ditujukan terhadapnya resmi dibatalkan.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir mengatakan putusan yang dikeluarkan oleh hakim tentu telah didasari oleh pertimbangan yang objektif. Tidak perlu pihak kejaksaan bersikap emosional dan tak menerima hal tersebut.
Justru, hal ini sebaiknya menjadi pelajaran agar penyidik di institusi tersebut berupaya mengumpulkan bukti semaksimal mungkin.
"Jadi ini kasus yang melibatkan La Nyalla kan delik (tindak pidana) di masa lalu, yang buktinya harus dikumpulkan selengkap-lengkapnya terlebih dahulu, baru bisa mengajukan tuntutan. Nah, kalau seperti ini berarti hakim menilai buktinya tidak cukup atau layak," ujar Muzakir kepada Republika.co.id, Selasa (12/4) malam.
Ia menuturkan pihak Kejaksaan sebaiknya menghormati putusan praperadilan yang dikeluarkan oleh hakim. Ke depannya, para penyidik di institusi tersebut juga harus melakukan evaluasi agar bisa bersikap semakin profesional.
"Harusnya jaksa fokus dengan tindak pidana yang terjadi, apa benar memang korupsi dilakukan, kumpulkan semua bukti yang jelas menunjukan hal itu dan siapa saja yang terlibat dengan mudah bisa dicari tahu, dengan kata lain tersangka bisa menyusul," jelas Muzakir.
Menurut Muzakir, selama ini pihak Kejaksaan masih sering terfokus pada tersangka yang diduga melakukan suatu tindak pidana. Padahal, yang harus dicari tahu adalah suatu pelanggaran hukum telah terjadi atau tidak, apa saja hal yang mendukung adanya hal tersebut dan dari sana tersangka baru secara jelas bisa ditetapkan.
"Kalau seperti ini yang terlihat Kejaksaan menargetkan La Nyalla saja, bukan tindak pidananya. Bisa saja kan ada yang lain juga terlibat kalau yang difokuskan lebih dahulu deliknya," kata Muzakir.