Rabu 13 Apr 2016 06:22 WIB

Uang Santunan untuk Suratmi Bukti Aparat Lakukan Kesalahan

Rep: Puti Almas/ Red: Achmad Syalaby
  Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak (kiri), bersama Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas (kanan) memeriksa uang dari Densus 88 untuk keluarga almarhum Siyono di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak (kiri), bersama Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas (kanan) memeriksa uang dari Densus 88 untuk keluarga almarhum Siyono di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kematian Siyono (34 tahun), terduga teroris dari Klaten, Jawa Tengah usai  ditangkap Datasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) Mabes Polri memunculkan tanda tanya besar bagi banyak orang. Tak sedikit dugaan yang mengarah pada tindakan sewenang-wenang alias tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dilakukan oleh pasukan tersebut. 

Tak hanya itu, pemberian  sejumlah uang terhadap keluarga Siyono sebagai bentuk santunan untuk membantu proses pemakaman pun dinilai jangggal.  "Adanya uang santunan itu saja sudah sangat aneh, pemberian uang santunan adalah bukti adanya pelangaran hukum. Kalai misalnya tewas secara alamiah tak perlu ada itu," ujar Muzakir kepada Republika.co.id, Selasa (12/4). 

(Baca: Dua Bungkus Uang untuk Suratmi Akhirnya Dibuka).

Menurut dia, selama ini cukup banyak tersangka tindak pidana yang tewas terkena serangan jantung di kantor polisi. Hal ini terjadi  karena mereka tidak siap menghadapi hukuman.