Rabu 13 Apr 2016 06:39 WIB

'Kewenangan Aparat dalam UU Terorisme Jangan Ditambah'

Rep: Puti Almas/ Red: Achmad Syalaby
Densus 88 Anti Terror
Densus 88 Anti Terror

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono dinilai menjadi momentum tepat untuk mengkaji kembali revisi Undang-Undang tentang Terorisme. Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir menjelaskan, tindakan tidak profesional yang tak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dalam kasus Siyono seharusnya dijadikan poin tentang kewenangan aparat.

"Ini harusnya menjadi saat yang tepat bahwa aparat tidak layak diberikan kewenangan yang lebih luas seperti yang rencananya ada dalam revisi Undang-undang (UU) Terorisme karena dengan tidak saja sudah menimbulkan banyak korban, Siyono salah satunya," ujar Muzakir kepada Republika.co.id, Selasa (12/4). 

Muzakir menjelaskan dalam revisi UU Terorisme, terdapat beberapa institusi yang berkaitan dengan penanggulangan terorisme diberikan wewenang lebih luas. Padahal, menurut dia, jika aparat bisa bertindak profesional, hukum yang ada sudah memadai. Salah satunya dalam penangangan terhadap terduga teroris. 

"Sekarang kan penanganan terhadap terduga teroris masih sesuai dengan apa yang tertera dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ini sebenarnya sudah cukup jika aparat profesional mengikuti dengan baik, ta perlu ditambah karena justru semakin berpotensi adanya penyimpangan," jelas Muzakir.