REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono dinilai menjadi momentum tepat untuk mengkaji kembali revisi Undang-Undang tentang Terorisme. Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir menjelaskan, tindakan tidak profesional yang tak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dalam kasus Siyono seharusnya dijadikan poin tentang kewenangan aparat.
"Ini harusnya menjadi saat yang tepat bahwa aparat tidak layak diberikan kewenangan yang lebih luas seperti yang rencananya ada dalam revisi Undang-undang (UU) Terorisme karena dengan tidak saja sudah menimbulkan banyak korban, Siyono salah satunya," ujar Muzakir kepada Republika.co.id, Selasa (12/4).
Muzakir menjelaskan dalam revisi UU Terorisme, terdapat beberapa institusi yang berkaitan dengan penanggulangan terorisme diberikan wewenang lebih luas. Padahal, menurut dia, jika aparat bisa bertindak profesional, hukum yang ada sudah memadai. Salah satunya dalam penangangan terhadap terduga teroris.
"Sekarang kan penanganan terhadap terduga teroris masih sesuai dengan apa yang tertera dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ini sebenarnya sudah cukup jika aparat profesional mengikuti dengan baik, ta perlu ditambah karena justru semakin berpotensi adanya penyimpangan," jelas Muzakir.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama dengan PP Muhammadiyah, dan persatuan Dokter Forensik Indonesia melakukan autopsi terhadap Siyono (34), terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah yang tewas dalam proses penangkapan. Dari hasil autopsi tersebut, terungkap sejumlah fakta yang bertentangan dengan hal-hal yang sebelumnya diungkapkan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Diantaranya adalah tak ada tanda-tanda bahwa Siyono melakukan perlawanan kepada aparat yang bertugas melakukan penangkapan. Selain itu, kematiannya terlihat disebabkan oleh benda tumpul di bagian rongga dada, yang menyebabkan tulang patah ke arah jantung. Belum lagi, temuan yang paling mengejutkan adalah bahwa jasad terduga teroris tersebut belum pernah diautopsi, seperti yang dikatakan telah dilakukan oleh Polri.