REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tim Advokasi Kemanusiaan keluarga terduga teroris Siyono dari PP Muhammadiyah berharap adanya jaminan dari kepolisian bagi keluarga Siyono agar tidak mendapatkan tekanan/intimidasi dari pihak manapun. Hal itu diminta selama penyelesaian kasus yang melibatkan Densus 88.
"Biarkan mereka (keluarga Siyono) tenang, biarkan ini menjadi masalah hukum untuk kita selesaikan bersama," kata Ketua Tim Advokasi Kemanusiaan keluarga terduga teroris Siyono, Trisno Raharjo di Kantor Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu (13/4).
Menurut dia, pemberian bungkusan uang Rp100 juta dari lima perempuan yang diduga anggota kepolisian dari Densus 88 kepada keluarga Siyono juga memiliki indikasi bentuk tekanan. "Sebab keluarga Siyono juga berkali-kali diminta menandatangani pernyataan bahwa kasus Siyono sudah selesai," kata Trisno yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Selain itu, menurut Trisno, bentuk intimidasi juga terjadi saat ayah Siyono, Mardiyo menghadiri pemanggilan Propam Mabes Polri tertanggal 16 Maret 2016. Dalam pemanggilan itu, jelas Trisno Mardiyo sempat diminta menjelaskan mengenai pihak yang meminta penyelenggaraan autopsi dilakukan terhadap jasad Siyono.
"Ini adalah bentuk teror yang membuat keluarga ini semakin tidak nyaman," kata dia.
Menurut dia upaya intimidasi justru membuat penyelesaian kasus tidak kunjung selesai, sebaliknya justru hanya membuat keluarga Siyono semakin merasa dibelit banyak persoalan mengenai kasus itu. "Kemarin bahkan keluarga sempat kembali diberikan bungkusan namun kali ini isinya makanan," kata dia.
Menurut Trisno, penyelesaian kasus itu seyogianya dapat diselesaikan dengan semangat memperbaiki tubuh Polri, serta penegakan hukum di Indonesia. "Ini untuk kebaikan bersama untuk Polri serta untuk penegakan hukum di Indonesia," kata dia.