REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Tito Karnavian mengatakan hasil autopsi terhadap jenazah Siyono yang dilakukan tim dokter forensik Muhammadiyah tidak bisa membuktikan adanya penyiksaan yang dilakukan oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror.
"Apakah hasil autopsi menjelaskan bentuk pukulan dan mengapa pemukulan itu terjadi? Jangan langsung mengambil kesimpulan," kata Tito di sela-sela rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Jakarta, Rabu (13/4).
Mantan Kepala Densus 88 itu mengatakan hasil autopsi hanya akan memberikan informasi adanya kekerasan dari benda tumpul, tetapi bagaimana bentuk kekerasan seperti apa yang terjadi tidak bisa dijelaskan melalui autopsi. Menurut Tito, dugaan adanya penyiksaan terhadap Siyono hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan dan keterangan saksi-saksi.
"Dari pemeriksaan saksi-saksi yang saya tahu, ada perlawanan sehingga terjadi perkelahian di dalam mobil. Namun, saya tidak ingin mendahului hasil pemeriksaan internal Polri. Kita hargai dan kita tunggu saja," tuturnya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan tim dokter forensik Muhammadiyah, terdapat fakta tanda-tanda kekerasan berupa patah tulang rusuk di dada Siyono. Penyebab kematian Siyono adalah rasa sakit akibat patah tulang rusuk yang menembus jantung. Fakta penyebab kematian yang ditemukan Komnas HAM tersebut, bertentangan dengan pernyataan dari kepolisian tentang penyebab kematian Siyono.
Komnas HAM juga menemukan tidak ada tanda-tanda perlawanan yang dilakukan, ditandai dengan tidak adanya bekas luka di tangan Siyono. Fakta tersebut lagi-lagi berbeda dengan keterangan polisi bahwa Siyono melakukan perlawanan.