REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat politik Hanta Yudha menilai tantangan terbesar Partai Golkar ke depan adalah "melawan" dirinya sendiri dengan keberagaman faksi di internal partai beringin.
"Jika kita bicara Golkar maka yang paling pokok adalah pertarungan faksinya melebihi partai lain. Tantangan Golkar adalah melawan dirinya sendiri, mengelola faksionalisme di dalamnya," ujar Hanta, dalam diskusi bertema Golkar Menuju Partai Progresif yang diselenggarakan Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan, di Jakarta, Rabu.
Hanta menilai Golkar adalah partai yang sudah selesai dengan isu figur pemersatu, sebab pasca-Soeharto lengser tahun 1998, Golkar mampu menjaga eksistensinya di dunia politik sebagai partai besar.
Namun faksi di dalam tubuh Golkar kerap muncul dan seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari partai ini.
Hanta mengulas, setelah 1998 Golkar mulai mengalami perpecahan dengan adanya dua faksi, yakni militer dan sipil, kemudian pada 1999 faksi yang muncul berbasiskan organisasi massa tempat para kadernya berasal.
Lalu, pada 2004 faksi yang tercipta dilandasi dukungan kader terhadap sosok individu-individu tertentu yang memiliki jejaring kuat dan sumber daya ekonomi besar.
"Sedangkan pada 2009 internal Golkar menjadi sangat cair," ujar Hanta lagi.
Atas dasar sejarah tersebut, Hanta menilai pengelolaan faksi menjadi kunci kesuksesan bagi ketua umum Golkar mendatang.
Ketua umum Golkar dinilai harus memiliki kemampuan merangkul generasi muda, serta berpikir secara luas di luar kebiasaan.
Dia memperkirakan bursa calon ketua umum Golkar akan mengerucut menjadi tiga nama saja.
Nama-nama yang beredar belakangan ini, Hanta melihat tiga nama kuat, antara lain Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, dan Setya Novanto patut diperhitungkan karena memiliki keunggulan masing-masing.