REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia (HAM), anggota parlemen dan pejabat partai telah meluncurkan kampanye global untuk mencalonkan Marwan Barghouti menerima Hadiah Nobel Perdamaian.
Barghouti merupakan salah satu pemimpin Fatah terkemuka yang sedang menjalani lima hukuman seumur hidup di sebuah penjara Israel. Istri Barghouti, Fadwa, mengatakan kampanye bertujuan menarik simpati akan nasib Barghouti, anggota parlemen dan sekitar 7 ribu warga Palestina yang ditahan oleh Israel.
Menurutnya seperti dilansir Aljazirah, nominasi ini penting untuk menyatakan bahwa rakyat Palestina memiliki hak yang sah membebaskan diri dari pendudukan Israel. "Israel menyebut Barghouti dan para tahanan Palestina lainnya sebagai teroris, nominasi ini akan mengatakan sebaliknya," kata Fadwa.
Dilansir Middle East Monitor, Fadwa mengatakan Parlemen Tunisia menudukung pencalonan suaminya untuk Nobel Perdamaian 2016. Dalam sebuah pernyataan seyelah pertemuan dengan Ketua Parlemen Tunisia Mohammed Nasser, Fadwa mengatakan mereka membicarakan masalah Palestina dan status narapidana dan tahanan di penjara Israel.
Kampanye ini juga didukung oleh kelompok HAM Palestinian Prisoners' Club dan Komisi Urusan Tahanan Palestine Liberation Organization (PLO). Kampanye juga didukung Adolfo Perez Esquivel, aktivis HAM asal Argentina yang menerima Nobel Perdamaian pada 1980.
Di luar parlemen, tempat kampanye diluncurkan, puluhan orang berdiri membawa bendera Palestina. Beberapa membawa poster Marwan yang mengangkat tangan terbelenggu.
"Terlepas dari apakah Marwan memenangkan hadiah atau tidak, inti dari masalahnya adalah kepentingan politik, hukum dan simbolis dari nominasi ini," kata Kepala Komisi PLO Issa Qaraqe.
Marwan Barghouti ditangkap pada 2002 selama intifadah kedua. Ia kemudian divonis hukuman seumur hidup oleh pengadilan Israel untuk lima tuduhan pembunuhan. Barghouti sebelumnya telah dipenjara pada 1978, selama lebih dari empat tahun karena menjadi anggota Fatah. Kala itu menjadi anggota Fatah dianggap kejahatan oleh Israel.
Barghouti fasih berbahasa Ibrani dan aktif secara politik selama menjadi murid di Birzeit University. Ia menjadi anggota terkemuka partai dan sempat dideportasi ke Yordania selama Intifadah Pertama.
Barghouti terpilih ke parlemen pada 1996, tapi ia menonjol pada Intifadah Kedua di tahun 2000. Saat itu ia memberikan pidato berapi-apinya terkait penolakan terhadap pendudukan Israel. Terkadang Barghouti dianggap sebagai "Mandela Palestina".