REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Imam Pituduh mengatakan, Ekspedisi Islam Nusantara akan menyampaikan ke dunia bahwa Islam Nusantara berbeda dengan watak kekerasan, radikal dan merugikan peradaban. Ekspedisi menjadi penegasan bahwa Islam tidak bertentangan dengan kebudayaan.
"Anak-anak muda sekarang harus disadarkan bahwa suatu saat mereka akan menjadi pelaku sejarah sehingga perlu pemamahan yang benar, terutama terkait bahaya radikalisasi dan narkoba," kata Gus Imam, sapaan akrabnya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (14/4).
Sementara itu, Tim Ekspedisi Islam Nusantara akan menyampaikannya ke masyarakat Tanah Air selama dua bulan, yang dimulai sejak 31 Maret 2016 dari Jakarta dan dijadwalkan berakhir 9 Juni 2016 di Raja Ampat, Papua.
Sampai saat ini, sudah sembilan daerah di tiga provinsi yang dilewati, yaitu Cirebon, Semarang, Demak, Kudus, Rembang, Tuban, Lamongan, Gresik, dan Surabaya. Perjalanan berikutnya, tim menuju Lumajang, Jombang, Mojokerto, Kediri, Nganjuk, Yogyakarta, Tasikmalaya dan Serang.
Kemudian beralih ke Pulau Sumatera (Aceh, Medan, Langkat, Siak, Indragiri, Pariaman, Padangpanjang, Palembang), Pulau Kalimantan (Kutaikartanegara dan Banjarmasin), Pulau Sulawesi (Makassar, Gowa, Gorontalo, Manado), Maluku (Ternate dan Tidore), Nusa Tanggara Barat (Lombok), serta perjalanan terakhir ke Indonesia paling timur, yaitu Papua (Sorong dan Raja Ampat).
Di tempat-tempat yang dikunjungi, tim akan membidik persoalan toleransi dan akulturasi budaya, kebhinekaan dan solidaritas sosial, kemandirian ekonomi, kesehatan dan keberlanjutan kehidupan, sufisme dan kepercayaan lokal.
Berikutnya adalah semangat Keislaman, kemanusiaan dan kebangsaan, infrastruktur dan corak arsitektur, kesenian, tata busana dan tradisi lokal, pendidikan, ilmu pengetahuan dan karya tulis, politik keumatan, hukum dan kesultanan, serta pelestarian lingkungan dan harmoni alam.
"Tim melakukan berbagai kegiatan seperti menonton pertunjukan seni, membaca naskah, mendatangi makam, masjid, keraton, museum, dan tempat-tempat bersejarah, bertemu dengan pelaku seni, budayawan, kiai, dan tokoh lain," kata ketua ekspedisi ini.