REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Centre for Indonesia Political and Social Studies (CIPSS), Mohammad Hailuki, menilai, rencana panitia pengarah atau Sterring Comitte (SC) Munaslub Partai GOlkar untuk menerapkan setoran uang terhadap bakal calon ketua umum. Rencana ini, menurut Hailuki, akan menyulitkan pihak-pihak yang berniat untuk maju ke dalam bursa calon pemilihan ketua umum partai golkar.
Menurut Hailuki, panitia agaknya ingin mengambil alih biaya yang besar untuk transportasi para peserta Munaslub. Biasanya, biaya transportasi ini ditanggung oleh masing-masing delegasi pengurus wilayah atau cabang dari partai tersebut.
Biasanya, kata dia, pembiayaan transportasi inilah yang menjadi ajang transaksi pengurus wilayah atau cabang pemilik suara dengan para kandidat bakal calon ketua umum. ''Sehingga jika mau didukung, maka kandidat harus mengongkosi mereka, mulai dari kedatangan sampai kedatangan di arena kongres atau munas,'' ujar Hailkui kepada Republika.co.id, Kamis (14/4).
Namun, Hailuki menilai, kebijakan itu akan sulit terealisasi. Pasalnya, para kandidat akan kehilangan transaksi langsung dengan pengurus wilayah atau cabang pemilik suara dalam Munas. ''Kandidat kehilangan transaksi langsung dengan pengurus,'' ujarnya.
Hailuki menambahkan, dalam forum tertinggi partai seperti kongres atau munas, seharusnya menjadi ajang bagi para caketum mengadu gagasan berdasarkan cita-cita dan ideologi partai tersebut. Dukungan terhadap caketum dari pengurus wilayah atau cabang didapatkan bukan karena transaksional, tapi karena komitmen ideologis.
SC Munaslub Partai Golkar sempat mengusulkan untuk menerapkan kebijakan setoran sejumlah uang dari bakal caketum yang maju di Munaslub. Kebijakan ini diharapkan bisa meminimalisir politik uang yang terjadi di Munaslub.
Namun, Hailuki menilai, politik uang dalam suatu kongres terjadi dikarekan adanya upaya kelompok kepentingan atau pemilik modal untuk mengendalikan partai politik sebagai instrumen bisnis.
Dengan kata lain, partai politik digunakan sebagai alat kepentingan akumulasi modal atau kapital. Dalam kondisi ini, lanjut Hailuki, ketua umum terpilih akan tunduk kepada kepentingan bisnis konglomerat yang ada di belakangnya.
''Sehingga ajang kongres sesungguhnya arena pertarungan para taipan pemilik modal,'' ucap Hailuki.