REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai memberi dampak negatif terhadap lingkungan secara luas.
Banyak pihak yang meminta agar pembuatan 17 pulau tersebut ditunda, sebelum ada kajian secara mendalam terkait upaya penyelamatan di kawasan tersebut yang terus mengalami kerusakan.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengatakan Pantai Utara Jakarta berada dalam kondisi kritis.
Diantaranya adalah penurunan muka tanah yang terus terjadi, sekitar 8 hingga 24 sentimeter setiap tahun, disertai dengan kenaikan air laut yang juga selalu meningkat.
"Nah dari sana, sudah jelas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta punya pekerjaan untuk menyelesaikan masalah itu. Lalu, kalau tiba-tiba loncat ke reklamasi, ini kan bunuh diri ekologis," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (14/4).
Belum lagi, perubahan ekosistem dalam laut di Pantai utara Jakarta dapat terjadi akibat reklamasi. Akibatnya, hilangnya kawasan mangrove yang kemudian juga menimbulkan masalah ikan-ikan, serta mahluk laut lainnya yang yang menjadi mata pencaharian nelayan berkurang atau bahkan bisa hilang.
"Apa sudah dipikirkan bagaimana ke depannya kehidupan nelayan yang paling terkena dampak dengan mata pencaharian mereka terganggu akibat reklamasi? Saya lihat belum ada sama sekali," jelasnya.
Menurutnya seharusnya, Pemprov DKI Jakarta secara bijaksana melakukan 3 hal terlebih dahulu. Pertama, hentikan reklamasi untuk sementara waktu mengingat banyaknya pihak yang menentang hal ini.
Kedua, lakukan kajian mendalam terhadap lingkungan yang dipastikan menjadi dampak dari adanya reklamasi. Ketiga, dengarkan suara warga, khususnya mereka yang tinggal di kawasan Pantai Utara Jakarta.
"Sekarang kan ramai soal reklamasi, tapi tetap saja ada pembangunan 3 pulau berjalan. Harusnya ini dihentikan dahuku, lalu lakukan kajian, dan kita pertanyakan sebagai pertimbangan pemerintah apakah layak ini diteruskan?" katanya.