Kamis 14 Apr 2016 21:43 WIB

Kajati DKI Jakarta Bantah Terima Suap dari PT Brantas Abipraya

Rep: Wisnu Aji Prasetiyo/ Red: Ilham
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang (kanan)
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang selesai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diperiksa selama kurang lebih sembilan jam.

Sudung diperiksa terkait dugaan suap PT Brantas Abipraya untuk menghentikan pengusutan perkara korupsinya di Kejati DKI. Usai diperiksa, Sudung mengaku sudah menjelaskan semua hal kepada penyidik KPK.

"Sudah saya jelaskan semua ke penyidik," kata Sudung di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/4).

Sudung membantah dirinya menerima suap dari pejabat di PT Brantas Abipraya (BA). Sudung mengaku tidak mengenal perantara suap yang digunakan dua pejabat PT BA. "Tidak ada, saya tidak kenal," ujar Sudung.

Sudung terlihat tergesa-gesa meninggalkan Gedung KPK. Hal yang sama juga dilakukan oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI, Tomo Sitepu. Tomo bungkam usai diperikaa oleh penyidik. Dia memilih untuk langsung masuk ke dalam mobil yang sama dinaiki atasannya di Kejati DKI itu.

Sebelumnya, Sudung dan Tomo pernah menjalani pemeriksaan pascaoperasi tangkap tangan (OTT). Pemeriksaan kali ini merupakan yang kedua kalinya bagi mereka.

Dalam kasus tersebut, KPK melakukan OTT di sebuah hotel di Cawang, Jakarta Timur, Kamis 31 Maret 2016 sekira pukul 09.00 WIB. Mereka adalah Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan PT BA dan Dandung Pamularno sebagai Senior Manager PT BA serta seorang swasta bernama Marudut.

KPK kemudian menetapkan Sudi, Dandung, dan Marudud sebagai tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan suap untuk menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi PT BA yang ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Total uang yang disita KPK saat OTT mencapai 148.835 dolar.

Ketiganya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement