Jumat 15 Apr 2016 16:14 WIB

Polri Diminta Transparan Soal Kasus Kematian Siyono

Rep: Puti Almas/ Red: Karta Raharja Ucu
Pengangkatan jenazah Siyono
Foto: Akun twitter Dahnil Anzar Simanjuntak
Pengangkatan jenazah Siyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan hasil autopsi Komnas HAM, PP Muhammadiyah, dan Persatuan Dokter Forensik atas jenazah Siyono (34 tahun), terduga teroris dari Klaten, Jawa Tengah, membuktikan jika ada instrumen pengulangan dalam penanganan terorisme yang dilakukan Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Polri dan BNPT bersikukuh tidak ada aparat Densus 88 melakukan tindak pidana terhadap Siyono. "Sedikit asumsi yang diungkapkan oleh mereka (Polri dan BNPT) bahwa Densus 88 mungkin hanya menyalahi kode etik dan sidang kode etik secara terbuka digelar," ujar Harits kepada Republika.co.id, Jumat (15/4).

Menurut Harist, hasil autopsi itu justru memunculkan opini negatif terhadap penanggulangan terorisme di Tanah Air. Seharusnya, menurut dia, Polri maupun BNPT transparan dan objektif. Sebab bagaimanapun hasil autopsi yang dilakukan terhadap Siyono dikeluarkan dokter yang telah disumpah secara profesional, bahkan turut disaksikan seorang dokter dari Polri.

"Publik menyaksikan hari ini bahwa kejujuran, transparasi, objektifitas, akuntanbilitas Polri dan BNPT dari kasus Siyono betul-betul diuji pada titik yang sangat kritis," jelas Harits.