REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata ruang kota, Nirwono Yoga menuturkan menggusur suatu tempat memerlukan serangkaian prosedur dan tidak bisa dalam waktu sekejap. Menurut dia, diperlukan rekayasa sosial kepada warga yang akan menjadi korban penggusuran karena sudah bertahun-tahun tinggal di tempat yang akan digusur.
"Penggusuran semacam ini perlu rekayasa sosial namanya. Ini kan masalahnya Pemprov DKI Jakarta akan memindahkan orang atau manusia, bukan barang yang bisa seenaknya saja," ujar Nirwono kepada Republika.co.id, Jumat (15/4).
Rekayasa sosial menurut dia diperlukan, agar korban penggusuran bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebab, jika hal itu tidak diperhatikan akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
"Ini kan warga yang digusur dipindah ke rusun yang mana hunian vertikal, jauh berbeda kondisi dari rumah sebelumnya. Ini contoh kecil saja, bagaimana mereka membiasakan diri membuang sampah, lalu cara berinteraksi yang juga berubah," jelas Nirwono.
Menurut Nirwono, beberapa negara lain yang telah mencoba agar warganya mulai menempati hunian vertikal, sesuai dengan kebutuhan wilayah adalah Singapura dan Vietnam. Di sana, sosialisasi terhadap masyarakat telah jauh-jauh hari dilakukan. Pada akhirnya, hal ini berhasil diwujudkan dalam waktu sekitar lima hingga 10 tahun.
"Selama ini warga yang digusur seperti di bantaran kali ini kan memang langsung dipindahkan saja, cuma diberi tahu lalu diberi surat peringatan hingga tiga kali. Dalam hal semacam ini memang butuh kesabaran dari pemerintah yang dilakukan dengan tindakan rekayasa sosial," kata Nirwono menambahkan.