REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- KPAI mencatat ada kenaikan kasus pelanggaran hak anak pada triwulan 2016 dibanding tahun lalu pada periode yang sama. Kenaikan angka tersebut menunjukan tingkat permasalahan anak terlalu kompleks.
Secara umum trend aduan kasus-kasus pelanggaran anak di KPAI meningkat. "Kami launching data per triwulan pertama 2016 meningkat paling tinggi masih DKI Jakarta. Kota Depok cukup tinggi di antara kota penyangga lainnya," ujar Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh di Depok, Jumat (15/4).
Diungkapkan Asrorun, pada triwulan pertama 2016, tercatat ada 645 kasus pelanggaran hak anak sampai 15 Maret 2016. Jumlah ini meningkat 15 persen dari tahun lalu.
"Dari itu 167 di antaranya yakni kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Ada anak pelaku pencabulan, bullying, pencurian, dan tindakan lain," ucap dia.
Kasus karena konflik keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 152 kasus, terkait dengan rebutan kuasa asuh dan akses bertemu orang tua terhadap anak. Ada dua kemungkinan yakni keluarga tak harmonis dan faktor cerai atau konflik antar orang tua.
"Depok relatif tinggi permasalahannya sangat kompleks dari sisi kuantitas dan kualitasnya, menyita waktu seperti rebutan hak asuh dan adopsi," kata Asrorun.
Menurut Asrorun, kekerasan anak disebabkan faktor dominan kerentanan terhadap anak dimana selalu bermula dari keluarga yang rentan, keluarga broken home dimana tak punya komitmen dan kesadaran. Sehingga anak tidak mendapatkan role model sebagai teladan.
"Larinya ke narkoba atau free seks. Lalu yang menyedihkan tentu pelaku pelanggaran anak di awal tahun 2016 melibatkan public figure, artis dan politisi. salah satunya kasus SJ itu dampaknya cukup besar, lalu artis yang rebutan kuasa asuh anak di blow up itu juga dampaknya cukup besar," jelasnya.