REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembayaran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk peralihan hak tanah seluas 3,6 hektar dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras, dianggap tidak lazim oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar.
Harry berkata, ketidaklaziman itu bukan hanya soal cara membayar yang menggunakan cek tunai, tapi waktunya pun dinilai janggal olehnya. "Bahwa diakhir Desember, 31 Desember 2014, jam 7, ada bukti cek tunai, jam 7 sekian detik. Kenapa ini seperti dipaksakan?" kata Harry dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Pro Kontra Audit Sumber Waras’ di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/4).
Selain proses pembayaran, BPK pun mempertanyakan kenapa pembayaran peralihan lahan itu dilakukan diakhir Desember. BPK pun menilai hal itu seakan dipaksakan.
"Kenapa (dipaksakan), memang itu kalau lewat dari jam 12, pembayaran setelah itu tidak sah. Tapi kenapa di bayar sebelum tutup buku? (Tutup buku) 25 Desember, artinya pemprov DKI sudah pada posisi debit, tapi objek lahan belum masuk asset DKI, karena sampai hari ini belum dikuasai pemprov DKI," kata dia.
Harry pun membandingan transaksi PT Ciputra Karya Unggul (CKU) dengan Yayasan Sumber Waras (YKSW) dengan yang terikat kontrak perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) No. 7 tertanggal 14 November 2013 tentang lahan RSSW seluas 3,6 ha berstatus hak guna bangunan (HGB), di mana CKU hanya memberikan perikatan sebesar delapan persen. Bandingkan dengan Pemprov DKI sudah melakukan pembayaran secara tunai 100 persen, padahal serah terima baru 2018 mendatang.
“Sumber Waras sekarang siapa yang isi? Apakah sudah dipakai ? Sekarang rumah sakit jalan enggak? Uang negara sudah terpakai tidak? Anda simpulkan sendiri," ucap dia.
"Dari aktanya jelas dari saya baca dari depan ke belakang, tidak ada klausa penguasan tanah setelah akta ditanda tangani, tidak ada klausa si penjual menguasai tanah dua tahun setelah ditanda tangani akta, kalau sekarang masih dikuasai penjual siapa yang rugi?"
Meski lahan di RS Sumber Waras telah dibeli Pemprov DKIm namun tetap saja tanah tersebut samapi sekarang masih dimanfaatkan oleh Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras. Adapun soal letak tanah dan kaitanya dengan NJOP, mestinya pemprov DKI melakukan klarifikasi ke BPN, tentang letak posisi tanah yang benar.
"Apa sudah ada konfirmasi resmi dari BPN? terkait letak posisi tanah? Sudah keluarkan surat belum? Ikut Kyai Tapa atau Tomang? Mestinya Pemprov DKI menclearkan soal ini, tidak terburu-buru langsung transaksi, apalagi ini menggunakan uang rakyat loh, ratusan miliar," ucap Harry.