REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri-Menteri kesehatan dari 12 negara Asia Pasifik bertemu di Tokyo untuk membahas resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/ AMR) di Asia yang telah dimulai pada Sabtu (16/4). Pertemuan ini diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, bersama WHO Regional Asia Tenggara (SEARO) dan Regional Pasifik Barat.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes, Oscar Primadi dalam keterangan persnya kepada Republika.co.id, Ahad (17/4) menerangkan, pada pertemuan ini delegasi berbagi pengalaman mengenai situasi dan program pengendalian AMR di negara masing-masing. Pakar AMR dari WHO, FAO (Badan Pangan Dunia), OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) serta akademisi dan praktisi yang hadir pada pertemuan tersebut, mengingatkan ancaman kesehatan global yang serius apabila AMR tidak segera ditangani secara terpadu dan multisektoral.
"Saat ini resistensi antimikroba tidak hanya terjadi pada manusia, namun juga pada hewan dan tanaman," ujar Oscar dalam keterangan tertulisnya, Ahad (17/4).
Oleh karena itu pendekatan One Health, yang melibatkan sektor kesehatan, pertanian (termasuk peternakan dan kesehatan hewan) serta lingkungan, menjadi isu yang mengemuka dalam pertemuan tersebut. Kegagalan atau keterlambatan dalam menangani AMR akan mengakibatkan dampak negatif yang masif pada kesehatan, ekonomi, ketahanan pangan dan tujuan pembanguan berkelanjutan.
Menteri Kesehatan RI Nila F. Moeloek pada kesempatan tersebut menegaskan komitmen Indonesia dalam pengendalian AMR. Komitmen ini telah dilakukan dengan berfungsinya Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang dibentuk pada 2014. Selain itu, pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di 144 rumah sakit rujukan serta Puskesmas di 5 provinsi pilot project.
“Pada bulan April ini Indonesia akan melakukan review program AMR dan menyempurnakan Rencana Aksi Nasional, dengan asistensi WHO SEARO,” jelas Menteri Kesehatan. Proses ini nantinya akan melibatkan berbagai sektor.
Pada akhir pertemuan bertajuk “Tokyo Meeting of Health Ministers on Antimicrobial Resistance in Asia” tersebut akan disepakati bersama berisi komitmen untuk pengendalian AMR secara terpadu, kolaboratif, dan penguatan program. Dalam hal ini melalui Rencana Aksi Nasional yang sejalan dengan Rencana Aksi Global. Hasil Pertemuan Tokyo ini juga akan dibawa dan ditindaklanjuti pada pertemuan G7 di Jepang pada Mei. Kemudian pada UN General Assembly saat September 2016.