REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai telah melakukan pemiskinan struktural terhadap rakyat kecil. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya reklamasi di Teluk Jakarta yang lebih pro terhadap korporasi dibandingkan dengan wong cilik.
"Korporasi atau pemodal menggunakan modalnya untuk mempengaruhi negara untuk melakukan kekuasaannya agar kepentingan korporasi dapat diwujudkan," ujar Pengurus Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Wahyu Nandang Herawan saat dihubungi, Ahad (17/4).
Nandang menerangkan, korporasi dan negara telah melemahkan nelayan tradisional karena telah menutup akses untuk hidup. Disana, kata dia, terjadi pelanggaran hukum dan HAM.
Dia menerangkan terlihat jelas adanya ketimpangan struktural yang terjadi di dalam proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Menurut dia, akibat reklamasi, nelayan tradisional tidak dapat melaut dan mencari ikan karena aksesnya ditutup. Ini mengakibatkan nelayan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Ketimpangan struktur ini terjadi antara negara, korporasi dan rakyat. Pemprov DKI telah menggunakan kekuasaannya untuk menindas nelayan tradisional dan masyarakat pesisir. Caranya dengan mengeluarkan kebijakan untuk menundukkan rakyat demi kepentingan para pengembang.
YLBHI mencatat pelanggaran HAM yang terjadi di Teluk Jakarta diantaranya adalah Hak atas hidup, hak hidup tentram aman damai bahagia sejahtera dan lahir batin, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas pekerjaaan yang layak, hak atas bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak, dan hak atas informasi.
"Berdasarkan Konstitusi dan UU No.39/1999 ttg HAM, jelas bahwa kewajiban yang paling utama Pemerintah (Pemprov DKI Jakarta-Pemerintah pusat) adalah memberikan perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia," kata dia.
Karena itu, Nandang menjelaskan, posisinya jelas bahwa reklamasi yang diteruskan Pemprov DKI Jakarta telah melanggar HAM. Dia menilai dengan melakukan penghentian sementara reklamasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menandakan pemerintah hanya setengah hati dalam menegakkan hak para nelayan tradisional.
Padahal dengan jelas reklamasi telah menimbulkan banyak persoalan."Pengelolaan wilayah pesisir harus berpedoman pada dua prinsip open acces yaitu masyarakat berhak untuk mengakses secara terbuka wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan prinsip common property dimana nelayan memiliki hak hukum untuk memanfaatkan, melindungi, mengelola dan melarang orang luar memanfaatkannya," kata dia.
Nandang mengatakan karena itu sudah selayaknya para nelayan melakukan penyegelan pulau. Karena pengelolaan pesisir dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu yang aksesnya tertutup sehingga terlihat adanya monopoli.