REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) merasa pemerintah belum perlu mengeluarkan larangan melaut bagi nelayan tradisional untuk mencari ikan khususnya di wilayah Filipina Selatan. Sekretaris Jenderal HNSI Anton Leonard menjelaskan, pembajakan yang terjadi bukan terhadap kapal nelayan tradisional, melainkan kapal angkut yang peruntukannya bukan untuk perikanan.
Ia menegaskan, nelayan Indonesia selama ini masih menangkap ikan di dalam zona teritorial Indonesia sehingga dinilai masih aman. Anton menyebutkan, nelayan berbendera merah putih masih beroperasi di wilayah teritorial di bawah 12 mil. Dan sejumlah lainnya menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) di bawah 200 mil.
Justru, menurut dia, di wilayah ZEE inilai kerap terjadi pencurian ikan oleh nelayan asing atau kapal berbendera asing. Mengenai ancaman akan pembajakan dan penyanderaan di wilayah Filipina Selatan, Anton merasa nelayan Indonesia tidak perlu dilarang.
"Yang disandera kan kapal angkut. Bukan nelayan kecil. Jadi memang kalau nelayan kita, kita ada daerah teritorial 12 mil dan ada ZEE 200 mil. Nah, nelayan kita menangkap memang masih di daerah kita," ujar Anton, Ahad (17/4).
Meski Anton merasa wilayah operasional nelayan Indonesia masih aman, ia meminta pemerintah tetap mengawal dan memastikan keselamatan nelayan. Namun ia memastikan nelayan Indonesia menangkap ikan di wilayah yang aman.
"Jadi nelayan kita tidak sampai sana (di luar ZEE). Artinya kalau memang ada yang menangkap sampai 200 mil kita minta pemerintah untuk kawal. Tapi pelarangan belum perlu. Kondisi tidak sampai separah itu," katanya.
Sebelumnya, diberitakan telah terjadi pembajakan dua awak kapal berbendera Merah Putih. Pembajakan terjadi di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina pada Sabtu (16/4) dini hari lalu.
Disebutkan, dua kapal tersebut adalah kapal Tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi. Kedua kapal tersebut membawa 10 orang anak buah kapal (ABK) warna negara Indonesia. Dalam peristiwa itu satu orang ABK tertembak, lima orang selamat, dan empat orang diculik.
Dalam insiden tersebut satu ABK yang tertembak telah diselamatkan oleh Polisi Maritim Malaysia ke wilayah Malaysia dan telah mendapatan perawatan. Hingga saat ini Kementerian Luar Negeri masih berusaha berkoodinasi dengan manajemen perusahaan untuk mendapatkan detail informasi. Selain itu, pemerintah juga terus melakukan konsultasi dengan pihak dalam negeri Malaysia maupun dengan Filipina.
(Baca Juga: Lagi, Kapal Milik WNI Dibajak di Perairan Filipina)