REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi imam shalat berjamaah merupakan tugas mulia. Sebab, imam dalam shalat berjamaah adalah individu yang memimpin orang banyak dalam menjalankan ibadah paling agung dalam Islam. Apalagi, jika di samping menjadi imam ia juga memberikan nasihat, pengajaran, dan peringatan kepada jamaahnya, berapa banyak orang yang tersadarkan dari kesesatannya dan menyesal atas segala kelalaiannya.
Ustaz Bachtiar Nasir menjelaskan, di samping tugas mulia, menjadi imam shalat berjamaah juga merupakan tanggung jawab besar. Imam tak hanya mesti memiliki keahlian membaca Alquran dan ilmu tentang shalat.
Ia pun dituntut mempunyai sifat dan akhlak sebagai panutan jamaahnya. Karena itu, papar Ustaz Bachtiar, seharusnya yang menjadi imam shalat berjamaah adalah mereka yang berilmu, wara, benar bacaan, dan banyak hafalan surah Alqurannya.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang imam adalah penjamin (pelaksanaan shalat) dan muazin adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk menjaganya. Ya Allah, tunjukilah para imam dan berilah ampunan untuk para muazin.” (HR Abu Daud, Ahmad, al-Baihaqi, Tirmizi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).
Para ulama menjelaskan maksud dari penjamin dalam hadis di atas. Seorang imam wajib menjaga shalat makmumnya agar tidak batal, menjaga rakaat shalatnya, serta tidak terburu-buru dalam shalatnya hingga merusak rukun shalat. Menurut Ustaz Bachtiar, hal itu juga berarti imam memikul bacaan bagi makmum dalam shalat jahr dan juga memikul beban bacaan al-Fatihah bagi makmum yang masbuk.
Karena itulah, Rasulullah menjelaskan tentang siapa yang paling berhak menjadi imam shalat jamaah. Dari Abu Mas’ud al-Anshari ia berkata, Rasulullah bersabda, “Yang (paling berhak) menjadi imam pada satu kaum adalah yang paling baik dan banyak hafalannya terhadap Alquran. Jika mereka sama di dalam bacaan (hafalan), maka yang paling berilmu terhadap sunah. Jika mereka sama di dalam sunah, yang paling dahulu berhijrah. Jika mereka sama di dalam hijrah, yang paling dahulu masuk Islam (di dalam riwayat lain: yang paling tua umurnya). Seorang laki-laki janganlah menjadi imam di dalam wilayah kekuasaan laki-laki lain, dan janganlah dia duduk di atas permadani/tempat duduk khususnya di dalam rumah orang itu kecuali dengan izinnya.’’ (HR Muslim).
Seharusnya para imam menjadikan Rasulullah sebagai teladan. Rasulullah selalu memperhatikan keadaan dan kondisi para jamaahnya dalam memanjangkan atau memendekkan bacaan ketika menjadi imam.
Bahkan, terang Ustaz Bachtiar, Rasul marah kepada imam yang membaca terlalu panjang sehingga menyebabkan jamaah tidak mau melakukan shalat berjamaah. Seorang imam hakikatnya adalah miniatur kepemimpinan umat di luar shalatnya.
Tentu hal itu dapat dicapai jika imam memiliki sifat dan akhlak mulia dan mampu menerapkan nilai-nilai shalat dalam kehidupannya. "Tidak sepatutnya seorang imam memaksakan mazhab yang diikutinya jika berada dalam lingkungan bermazhab yang dibenarkan akidah Ahlussunah wal jamaah," papar Ustaz Bachtiar Nasir.
Dari Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka, yaitu budak yang melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya, istri yang bermalam dalam keadaan suaminya marah terhadapnya, dan seseorang yang mengimami suatu kaum dalam keadaan mereka tidak suka kepadanya.” (HR Tirmizi, Thabrani dan Baihaqi). Wallahu a’lam bish shawab.