Selasa 19 Apr 2016 22:23 WIB

Pelajar Sleman Diimbau tidak Ikuti Konvoi

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Polisi mendata siswa SMA yang terjaring razia ketika aksi coret baju dan konvoi kelulusan di halaman Mapolres Trenggalek, Jawa Timur, Senin (18/5).
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Polisi mendata siswa SMA yang terjaring razia ketika aksi coret baju dan konvoi kelulusan di halaman Mapolres Trenggalek, Jawa Timur, Senin (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Sleman melarang pelajar untuk mengikuti konvoi dari pihak manapun. Apalagi iring-iringan berbau politik. Pasalnya kegiatan tersebut bisa menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.

“Pada dasarnya kami mengimbau agar seluruh pelajar di Sleman tidak ikut konvoi,” ujar Kepala Bidang Kurikulum dan Kesiswaan Disdikpora Sleman, Ery Wirdayana, Selasa (19/4). Menurutnya konvoi sambil menyalakan knalpot motor merupakan aktivitas yang sering mengganggu orang.

Hal ini sering kali menimbulkan kebencian dari pihak-pihak yang terganggu. Kemudian dapat memunculkan potensi bentrok atau perlawanan dari orang-orang yang kenyamanannya terusik. Namun begitu, ia mengatakan, Disdikpora dan sekolah kadang kewalahan untuk mengendalikan keikutsertaan pelajar dalam konvoi.

Maka itu, selain melakukan tindakan preventif di sekolah, Disdikpora juga membentuk tim pendampingan intensif. Menurutnya dengan sistem ini setiap guru memiliki kewajiban untuk membina siswa secara interpersonal.

“Jadi setiap guru punya siswa bimbingan. Mereka bisa konsultasi di manapun dan kapanpun. Karena kalau hanya BK (bimbingan konseling) yang menangani pasti akan kewalahan,” ujarnya. Saat ini, Disdikpora juga tengah menjalankan kemitraan dengan orang tua untuk mengawasi para pelajar. Sebab pengawasan secara menyeluruh hanya mungkin dilakukan oleh keluarga.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMA/MA Sleman, Tri Sugiharto pun menuturkan demikian. Ia menilai orang tua dan sekolah harus memiliki hubungan yang baik. Bahkan komunikasi di antara keduanya harus berjalan secara intensif.

Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan sistem pengawasan terhadap anak yang berkesinambungan dari berbagai pihak. Sehingga kejadian tidak mengenakkan akibat keikutsertaan anak dengan gerakan di luar sekolah dapat dihindari.

“Hal-hal yang kurang baik dapat dihindari dengan komunikasi yang lancar. Karena kebanyakan sekrang orang tua tidak tahu anaknya mau pergi ke mana,” ujar Tri. Kondisi inilah yang pada akhirnya membuat orang tua lepas kontrol terhadap anaknya.

Tri berharap agar kejadian mengenaskan seperti peristiwa serangan terhadap simpatisan PPP kemarin tidak terjadi lagi. Di mana salah satu siswa SMK Sulaiman menjadi korban meninggal dunia akibat lemparan mercon banting usai mengikuti kegiatan atas nama kepartaian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement