REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Helmi Chaidir (51 tahun) hanya bisa tersenyum kecut saat ditemui Republika, Rabu (20/4) malam. Guratan-guratan kekecewaan membayang jelas pada raut wajah pria paruh baya itu.
“Semua kios saya kini rata dengan tanah. Riwayat Pasar Ikan tamat sudah,” ujar Helmi dengan nada lirih.
Helmi benar-benar tak dapat lagi menyembunyikan rasa marah, kesal, dan kesedihannya setelah delapan unit ekskavator dan empat unit buldoser mengeksekusi ratusan bangunan di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, awal pekan lalu. Empat bangunan kios milik Helmi pun tak luput jadi sasaran amukan alat-alat berat yang dikerahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Sebelum penggusuran Pasar Ikan, kios-kios itu telah menjadi tumpuan Helmi dalam mencari nafkah buat anak istrinya selama bertahun-tahun. Di empat kios itu, ia menjual beragam jenis peralatan rumah tangga, mulai dari kasur, ember, jam dinding, lemari plastik kabinet, sapu, tempat piring, dan masih banyak lagi.
(Baca: Yusril akan Kirim Surat untuk Pemprov dan Panglima TNI)
Kini, Helmi terpaksa menaruh barang-barang dagangannya itu di rumahnya yang berada di RW 01 Kampung Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Tak ayal, hunian yang sudah ditempatinya selama puluhan tahun bersama sang istri pun berubah menjadi gudang karena dipenuhi oleh berbagai macam komoditas.
“Kalau siang, barang dagangan saya taruh di teras depan rumah. Siapa tahu ada yang mau beli,” tuturnya.
Helmi menuturkan, keempat kios yang ia tempati di Pasar Ikan dulu dibeli orang tuanya sejak era 1960-an silam. Bapak Helmi, Munir (almarhum), adalah salah satu pendiri PD Pasar Jaya di kawasan tersebut. “Bapak saya juga pendiri koperasi dan paguyuban pedagang tradisional di daerah ini,” ungkapnya.
Setelah tempat jualannya di Pasar Ikan digusur Pemprov DKI Jakarta, Helmi diberi pilihan untuk mencari kios baru di beberapa lokasi lain milik PD Pasar Jaya. Di antaranya adalah Pasar Koja di Jakarta Utara.
Menurut perjanjian, ia dan para pedagang korban penggusuran Pasar Ikan lainnya akan dibebaskan dari kewajiban membayar sewa kios di tempat baru tersebut selama enam bulan pertama. Namun, setelah itu, mereka bakal dikenakan biaya sewa sebesar Rp 300 juta per kios untuk masa pemakaian selama 20 tahun. Pembayaran uang sewa itu harus mereka lunasi dalam waktu lima tahun.
"Kalau begitu caranya, bukan ganti rugi yang kami dapatkan. Itu sama saja kami disuruh membeli kios baru oleh PD Pasar Jaya namanya," ucap Helmi.