REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebab kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten yang tewas dalam penanganan Detasemen Khusus 88 Antiteror, masih menjadi teka-teki.
Teka-teki kematian Siyono terus bergulir ketika hasil autopsi yang dilakukan tim dokter forensik Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono memiliki beberapa perbedaan dengan apa yang sudah disampaikan pihak kepolisian sebelumnya.
Dua bungkusan berisi uang yang diterima keluarga Siyono juga menjadi tanda tanya meskipun pimpinan Polri sudah menyatakan bahwa itu adalah uang dukacita yang berasal dari kantong pribadi Kepala Densus 88.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa Siyono harus mati? Bukankah dengan tetap menjaga dia hidup, Densus 88 bisa tetap mendapatkan informasi tentang jaringan yang melibatkan Siyono?
Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan bahwa kematian Siyono tidak diinginkan karena menyebabkan Densus 88 kehilangan informasi.
"Yang bersangkutan menyimpan banyak informasi, termasuk soal senjata api yang sudah diserahkan kepada seseorang. Dari Siyono, bisa mengungkap jaringan Jamaah Islamiyah lebih dalam," katanya.
Bersama dengan kematian Siyono, kata Badrodin, akses informasi yang seharusnya bisa didapatkan dengan penangkapannya menjadi hilang. Siyono dduga merupakan salah satu panglima dalam jaringan Jamaah Islamiyah yang menyimpan informasi tentang senjata-senjata milik jaringan tersebut.
"Siyono ditangkap setelah pengembangan dari penangkapan anggota jaringan sebelumnya oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror," tuturnya.