REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen (Pol) Tito Karnavian menginginkan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 memasukkan unsur preventif sebagai usaha pencegahan terhadap aksi terorisme.
"Kami setuju adanya revisi (UU Terorisme) namun harus membawa aspek preventif di dalamnya," katanya di Gedung Nusantara I, DPR, Jakarta, Kamis (21/4).
Hal itu dikatakannya dalam seminar bertajuk "Radikalisme dan Terorisme dalam Perspektif NKRI" yang diselenggarakan Fraksi PKS di DPR.Dia mengatakan, penanganan terorisme tidak hanya melalui penegakkan hukum namun preventif dan rehabilitatif.
Poin kedua menurut dia, revisi UU Terorisme harus mengatur mengenai hukum acara secara khusus karena jaringan terorisme sangat kompleks."Ketiga, aksi lain yang belum masuk kegiatan terorisme (harus diatur dalam revisi UU Terorisme)," ujarnya.
Selain itu dia menginginkan adanya tindakan terhadap warga negara Indonesia yang melakukan latihan militer untuk terorisme di luar negeri. Hal itu menurut dia sebagai salah satu bentuk upaya preventif dalam penanggulangan aksi terorisme.
"Jangan sampai mereka diam-diam pulang, kita tidak bisa proses hukum, dia melakukan langkah-langkah teror nanti semua menyesal," katanya.
Upaya pemberantasan terorisme lewat Densus 88 Antiteror Polri sebelumnya mendapat sorotan karena tewasnya Siyono yang ditangkap petugas Densus hidup-hidup. Sejumlah pihak pun menginginkan adanya evaluasi terhadap Densus 88 yang dimasukkan dalam revisi undang-undang tentang pemberantasan terorisme.