REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Politik dan HAM dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, berpendapat kondisi buruh perempuan di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo masih memprihatinkan karena masih adanya perlakuan diskriminatif.
"Kondisi buruh atau pekerja perempuan Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Buruh perempuan yang bekerja di sektor padat karya, seperti pabrik rokok dan sektor perkebunan kelapa sawit, masih mendapatkan perlakuan yang diskriminatif," kata Andy di Jakarta, Kamis (21/4).
Wujud perlakuan diskriminatif buruh perempuan tersebut di antaranya upah yang masih rendah, tidak mendapatkan fasilitas jaminan sosial, serta hak menstruasi dan reproduktif yang tidak diakui yang justru dapat berujung pemutusan hubungan kerja.
"Pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan masih sangat lemah dalam mengatasi hal tersebut," ucap Andy.
Labor Institute Indonesia mengimbau pemerintah agar meninjau ke perkebunan untuk melihat kondisi buruh perempuan untuk kemudian merumuskan kebijakan khusus. "Tujuannya untuk perlindungan dan kesejahteraan buruh perempuan di Indonesia," kata Andy.
Sementara itu, Ketua Program Studi Kajian Gender Universitas Indonesia (UI) Mia Siscawati mengatakan pemerintah harus mampu memperhatikan hak-hak dasar perempuan dari berbagai lapisan masyarakat dan kelompok sosial. "Pemerintah seharusnya menjadi pihak yang mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak perempuan dari beragam kelompok," kata Mia.
Perempuan dari beragam kelompok tersebut di antaranya perempuan miskin kota, perempuan miskin desa, buruh perempuan, anak perempuan, janda, dan perempuan adat. "Artinya setiap kelompok sosial di dalam kategori perempuan perlu dilindungi karena secara spesifik mereka punya hak tertentu. Jadi tugas negara melakukan rangkaian upaya agar hak-hak mereka tidak terlanggar," kata Mia.