Kamis 21 Apr 2016 15:37 WIB

Ketika Korupsi Menjadi Perhatian Serius Kartini Masa Kini

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Winda Destiana Putri
RA KArtini
Foto: .
RA KArtini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Kartini yang jatuh pada Kamis (21/4) hari ini diperingati oleh sejumlah perempuan berkaitan untuk melawan korupsi.

Pasalnya isu korupsi di Indonesia seakan tak henti-hentinya berhembus dan terus-menerus menjadi momok bagi bangsa Indonesia.

Lantaran itu, sejumlah aktifis perempuan di Indonesia Corruption Watch (ICW), Rumpun Indonesia dan Danida menyuarakan gerakan perempuan dalam melawan korupsi melalui olah gerak atau tarian simbolik.

"Perempuan itu berperan besar dalam melawan korupsi, kita ingin advokasi agar perempuan-perempuan bisa membantu semua pihak dalam pemberantasan korupsi saat ini juga," kata Sely Martini, pegiat anti korupsi ICW di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Kamis (21/4).

Menurutnya, peran perempuan berperan dalam mencegah korupsi sejak dini yakni dimulai dari unit terkecil yakni keluarga. Seperti studi Pembangunan Budaya Anti Korupsi yang dilakukan KPK pada 2012 lalu menunjukkan peran ibu sangat dominan dalam keluarga, terutama dalam penanaman pendidikan nilai untuk membentuk karakter anggota keluarga.

"Khususnya penanaman nilai jujur sebagai pondasi membangun integritas yang diyakini bisa menghancurkan korupsi," kata salah satu pendiri Rumpun Indonesia tersebut.

Selain itu juga, KPK pada 2014 menyebut perempuan dianggap sebagai agen pencegahan korupsi karena memiliki standar perilaku etis dan kepedulian pada kepentingan umum yang lebih tinggi.

Sely mengatakan, gerakan melawan korupsi pada hari ini juga berupaya mengubah gaya melawan korupsi dari sisi perspektif perempuan.

"Kami ingin tunjukan gerakan advokasi bisa indah, bisa karya-karya seni perempuan, sifat yang tutur dari perempuan," kata Selly.

Adapun peringatan Hari Kartini yang digagas untuk melawan korupsi hari ini dimulai dengan gerakan tarian simbolik sejumlah perempuan. Tarian yang didukung oleh penari perempuan senior Ine Arini itu menggunakan alat dapur 'wajan' sebagai simbol.

"Intinya ini bukan hanya gerakan seorang penari, tapi ini gerakan bersama dalam masyarakat, untuk mengungkapkan semangat bersama. Tidak bisa sendiri melawan korupsi," lanjutnya.

Sementara aksesoris selendang panjang yang dipakai diibaratkan bahwa melawan korupsi bisa dilakukan dengan jangkauan panjang dan berbagai cara.

"Bisa juga dimaknai selendang itu kan biasa diwarisi, kita mau sifat-sifat anti korupsi itu bisa diwarisi," ujar Sely.

Selain tarian, para penerus-penerus Kartini itu juga memutar film pendek yang menggambarkan perspektif perempuan dalam memaknai korupsi, berjudul Prung! Film ini adalah film yang diambil saat peringatan Hari Antikorupsi di Kota Bandung pada 2015 lalu.

Baru setelahnya dilanjutkan dengan diskusi bertajuk 'Korupsi, Politik Sumber Daya dan Perempuan'.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement