REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan bahwa pemberian suap kepada panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution hanyalah pintu masuk untuk kasus lain yang lebih besar.
"Kami harapkan ini sebagai pembuka karena di belakangnya ada kasus cukup besar. Ada indikasi kuat berdasarkan keterangan-keterangan yang kita tangkap kemarin. Status berikutnya kita belum tahu akan tapi tergantung fakta dan data yang kita kumpulkan dan alat bukti yang kita dapatkan," kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.
KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (20/4) di hotel Accacia Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat dan mengamankan panitia/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno.
Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy terkait pengaduan Peninjauan Kembali yang didaftarkan di PN Pusat antara dua perusahaan dalam kasus perdata.
"Ini baru perantaranya yang ditangkap pasti ada pelaku berikutnya tapi pasti akan kita dalami. Kita mendalami karena dari keterangan orang yang ditangkap dan alat bukti sementara kita telusuri," ungkap Agus.
Terkait kasus yang sama, KPK juga sudah menggeledah empat tempat.
Pertama di kantor Paramont Enterprise International di Centra Business District Jalan Gading Serpong Boulevard, Tangerang; kedua di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; ketiga rumah Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi di Jalan Hang Lekir; dan keempat ruang Nurhadi gedung MA Jakarta Pusat.
"Kami menyita dokumen dan uang yang belum dihitung dan akan dikonfirmasi ke sejumlah pihak," ungkap Agus.
Dalam perkara ini KPK menetapkan dua tersangka yaitu panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dengan sangkaan pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.