REPUBLIKA.CO.ID, Di balik sosoknya yang ramah dan bersahaja, Wida Nurfarida (42 tahun) menyimpan pengalaman panjang menangani proyek pembangunan fasilitas umum. Wida adalah perempuan pertama Indonesia yang menjadi kepala satuan kerja (Satker) pembangunan jalan tol. Pada 2011, dia memimpin pembangunan proyek Tol Cisumdawu. Tol sepanjang 60 kilometer ini merupakan bagian proyek Tol Trans Jawa yang menghubungkan wilayah Cileunyi, Sumedang dan Dawuan di Jawa Barat.
Kesan kaku atau galak layaknya seorang pemimpin proyek sama sekali tidak terlihat pada sosok Wida. Wajahnya yang cantik selalu tampak berseri saat menjawab pertanyaan wartawan. Sorot matanya pun ramah dan bersahabat. Ibu dua anak ini berbagi pengalaman kepada awak media pada Kamis (21/4) dalam rangka peringatan Hari Kartini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Wida bergabung dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2000 lalu. Perempuan yang menamatkan pendidikan teknik sipil di Universitas Trisakti ini saat itu mulai dilibatkan dalam proyek-proyek pembangunan fasilitas umum.
Kariernya menanjak secara bertahap. Menjadi kepala proyek pembangunan dijalani Wida sejak periode 2010 lalu. Proyek besar yang ditanganinya adalah pembangunan Jalan Tol Cisumdawu pada 2011. Sebelum diserahi tanggung jawab, pimpinannya berulangkali menegaskan keyakinan dan kesanggupan Wida.
"Sebab, kondisi di lapangan kan tidak menentu yang mengharuskan jam kerja saya ikut terdampak. Kapan pun diutuhkan saya harus turun lapangan. Pimpinan tanya, apakah keluarga tidak komplain dengan sistem kerja yang seperti itu ?" kenang Wida.
Karena suami dan anaknya mendukung, Wida pun semakin mantab menerima tanggung jawab sebagai kepala satker. Dia menuturkan ada 2.100 orang yang harus dia pimpin selama proyek pembangunan tol berlangsung. Dari jumlah itu, hanya ada kurang dari 20 persen perempuan yang terlibat dalam proyeknya. Jumlah itu pun sudah mencakup rekan-rekan perempuan yang direkomendasikan Wida untuk ikut bergabung dalam proyek.
Selama menangani proyek, dia merasakan tantangan demi tantangan yang datang setiap hari. Dia mengaku pernah merasakan sulitnya menghadapi karyawan, tukang hingga kuli yang semuanya laki-laki. Belum lagi saat ada penolakan warga terhadap pembangunan tol atau bencana alam seperti tanah longsor dan jembatan putus yang menguras energi serta waktu Wida.
"Namun, saya berkomitmen bahwa tugas ini harus tuntas dengan baik. Di lapangan memang selalu ada hal-hal menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Kita harus terus menjaga komitmen untuk mengatasi persoalan di lapangan," ujar ibu dari dua putra ini.
Menurutnya, sebagai pemimpin, perempuan punya kekuatan tersendiri yaitu empati. Dengan kepekaan berempati, dia lebih bisa menyampaikan gagasan kepada rekan kerja maupun masyarakat yang dihadapi. Selain empati, perempuan menurutnya harus tangguh dan memiliki prinsip dalam menekuni profesi.