REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyarankan agar peraturan syarat calon perseorangan untuk dapat ikut dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak diperberat.
JK mengatakan penghitungan syarat dukungan calon independen sebaiknya mengikuti aturan yang sudah berlaku saat ini.
"Sebenarnya bagi kita ya biar saja (aturan calon perseorangan) berjalan dulu seperti ini, supaya juga menjadi salah satu jalan keluar untuk mencegah calon tunggal sebenarnya. Sehingga kalau ada orang di kemudian hari memonopoli suatu partai, ada jalan keluarnya," katanya di Jakarta, Kamis (21/4).
Keberadaan calon independen dalam Pilkada diperlukan sebagai penyeimbang di antara upaya politik dari partai dalam pertarungan memperebutkan jabatan nomor satu di daerahnya.
"Ini supaya (demokrasi) sehat, karena demokrasi yang baik kan selalu check and balance. Kalau ini (calon perseorangan) terlalu berat (syaratnya), maka ada ketimpangannya. Kalau ini tidak punya suatu wadah, maka bagaimana membikin wadah itu yang baik tetapi tidak mengurangi peran partai," jelasnya.
Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, usulan DPR dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri masih terjadi tarik-menarik.
Dalam UU Pilkada saat ini, calon independen harus memperoleh syarat dukungan paling sedikit 6,5-10 persen dari jumlah penduduk.
Berdasarkan putusan MK, maka Kemendagri mengusulkan persentase syarat dukungan calon perseorangan tersebut tetap, hanya didasarkan pada jumlah DPT pada pemilu terakhir. Sehingga, jumlah dukungan minimum calon independen dapat menjadi lebih ringan.
Sementara itu, sebagian besar fraksi di DPR mengusulkan syarat dukungan bagi calon perorangan kembali pada dasar perhitungan jumlah penduduk, dengan angka persentase ditingkatkan menjadi 10 hingga 15 persen.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 dengan memperberat syarat dukungan bagi calon independen yang ingin mencalonkan diri dalam Pilkada.